2012/09/12

Hanya Karena Lalat


Rasulullah SAW, sebagaimana dikutip pleh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitabnya yang paling populer, Fath al-Majid fi Kitab at-Tauhid, bersabda, "Batas antara Surga dan Neraka bagi seseorang tidaklah lebih lebar dari jarak telapak ke alas kakinya sendiri."



Para sahabat penasaran dan bertanya, bagaimana bisa sedemikian? Apa maksudnya? Begitu tipiskah batas Surga dan Neraka? ...Sedemikian lembut dan haluskah hal-hal yang bisa menjerumuskan orang ke Neraka, atau membawanya ke Surga? Jika demikian, betapa kita mesti berhati-hati dalam bersikap dan bertindak.



Apa jawaban Nabi SAW kemudian? Beliau menjawabnya dengan cerita tentang dua orang yang masuk Neraka dan Surga. Aneh dan uniknya, Allah memasukkan mereka ke dua tempat yang berbeda itu hanya disebabkan oleh (seekor) lalat.



Dikisahkan, dua orang masuk ke sebuah perkampungan dimana penghuninya menyembah berhala. Berhala tersebut dipancang dengan gagahnya, bertengger didepan gerbang perkampungan. Penduduk perkampungan tersebut mewajibkan kepada setiap orang asing yang memasuki/melewati perkampungan itu membuat pengorbanan demi menghormati sang berhala. Jika enggan, mereka akan membunuhnya.



Kepada orang pertama, penjaga berhala berkata, "Berkorbanlah demi keagungan berhala sesembahan kami ini."

"Aku tidak punya sesuatu pun yang dapat aku korbankan demi berhala ini."

"Berkorbanlah, meski hanya dengan seekor lalat", kata penjaga berhala.



2009/09/14

Seorang pecinta bagaikan seekor burung

Berkenaan dengan IsmuLlah Al-A’dham beliau Syaikh Abdul Qadir berkata, “IsmuLlah Al- A’dham adalah (kata / lafadz) Allah. Hanya saja kata tersebut akan menimbulkan efek apabila engkau mengatakannya dengan hati yang kosong dari segala sesuatu selain Allah. Kata bismiLlah yang keluar dari para ‘arif setara dengan kata kun (jadilah) dari Allah. Kata ini (Lafadz Allah) menghilangkan kesedihan, menyingkirkan penderitaan, menghilangkan kesakitan, cahaya kata ini melingkupi. Allah mengungguli segalanya, menampakkan keajaiban-keajaiban, kekuatanNya tinggi tak terukur. Allah merupakan pengawas para hamba, pemantau hati, Maha Kuasa dan Maha Memaksa (Qaahir Jabaarah) Yang Maha Megetahui yang tersembunyi maupun tang tampak, tidak ada yang tersembunyi dari-Nya.
Barang siapa yang menyerahkan hidupnya untuk Allah maka ia berada dalam penjagaan Allah. Barang siapa yang mencintai Allah, maka hanya Allah yang tampak dalam pandangannya. Barang siapa yang meniti jalan Allah maka ia akan sampai kepada Allah, dan siapa saja yang dapat mencapai Allah maka ia akan hidup dalam asuhan Allah (kanfiLlah) . Barang siapa yang merindukan Allah akan terus bersama Allah. Barang siapa yang meninggalkan keramaian, menghabiskan waktunya bersama Allah maka ia sedang mengetuk pintu pintu Allah, mencari perlindungan kepada Allah dan bertawakal kepada Allah.
Allah berfirman, “Wahai para penyeleweng, kembalilah kepada Allah. Semua ini (hasil mereka) yang memperhatikan namaKu di daarul fana’ (dunia) , apalagi nanti di daarul baqa’ (akhirat) . Jika semua ini terjadi di daarul mihnah (tempat penuh cobaan) apalagi nanti di daarul ni’mah (tempat yang penuh ni’mat). Ini namaKu dan engkau telah mencapai depan pintuKu, bagaimana jika hijab aku singkapkan untukmu. Ini hanyalah namaKu dan engkau telah terpanggil. Bagaimana jjika ditampakkan di hadapanmu mereka yang berada dalam kondisi musyahadah (penyaksian) dan laut pertemuan ditampakkan di hadapan mereka.”
Seorang pecinta bagaikan seekor burung. Dia tidak akan tidur di pohon namun menyenandungkan yang dicintainya, dihembuskan kedekatan dalam dada mereka sehingga mereka rindu Tuhan mereka.
Ingatlah Aku dengan kepasrahan dan penyerahan diri maka aku akan mengingat kalian dengan pilihan terbaik. Penjelasannya adalah firman Allah,”Barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar”. Ingatlah Aku dengan kerinduan dan kecintaan maka Aku akan mengingat kalian dengan keterhubungan (al-washl) dan kedekatan (al-qurbah) . Ingatlah Aku dengan penuh kesyukuran dan pujian maka Aku akan mengingat kalian dengan balasan dan pahala. Ingatlah Aku dengan permohonan ampunan maka Aku akan emngingat kalian dengan ampunan. Ingatlah aku dengan do’a (permohonan) maka Aku akan mengingat kalian dengan pemberian (anugerah). Ingatlah Aku dengan permintaan maka Aku akan mengingat kalian dengan pengabulan. Ingatlah Aku dengan tanpa pernah lupa maka Aku akan mengningat kalian tanpa putus. Ingatlah Aku dengan kesedihan maka Aku akan mengingat kalian dengan kemuliaan. Ingatlah Aku dengan hasrat maka Aku akan mengingat kalian dengan kemanfaatan. Ingatlah Aku dengan tanashul maka Aku akan mengingat kalian dengan tafadhul. Ingatlah Aku dengan ikhlas maka Aku akan mengingat kalian dengan keselamatan (khalas). Ingatlah Aku dengan hati maka Aku akan mengingat kalian dengan menyingkirkan kesedihan. Ingatlah Aku dengan lidah maka Aku akan mengingat kalian dengan keamanan. Ingatlah Aku dengan penyerahan diri maka Aku akan mengingat kalian dengan kemudahan. Ingatlah Aku dengan permohonan maaf maka Aku akan mengingat kalian dengan rahmat dan ampunan. Ingatlah Aku dengan iman maka Aku akan mengingat kalian dengan surga. Ingatlah Aku dengan Islam maka Aku akan mengingat kalian dengan kemuliaan. Ingatlah Aku dengan hati maka Aku akan mengingat kalian dengan penyingkapan tabir / hijab. Ingatlah Aku dengan ingatan yang fana maka Aku akan mengingat kalian dengan ingatan yang abadi. Ingatlah Aku dengan merendahkan diri maka Aku akan mengingat kalian dengan keterhubungan. Ingatlah Aku dengan kehinaan maka Aku akan mengingat kalian dengan pengampunan terhadap penyelewengan. Ingatlah Aku dengan ketulusan hati maka Aku akan mengingat kalian dengan penghapusan rasa benci. Ingatlah Aku dengan kemurnian rahasia /sirr maka Aku akan mengingat kalian dengan pelepasan kebaikan. Ingatlah Aku dengan kesungguhan maka Aku akan mengingat kalian dengan rizki. Ingatlah Aku dengan ketulusan jiwa maka Aku akan mengingat kalian dengan kemurnian. Ingatlah Aku dengan pengagungan maka Aku akan mengingat kalian dengan penghormatan. Ingatlah Aku dengan banyaknya nikmat maka Aku akan mengingat kalian dengan kesuksesan dan kehormatan. Ingatlah Aku dengan kelemah lembutan maka Aku akan mengingat kalian dengan pemenuhan kebutuhan. Ingatlah Aku dengan tidak melakukan kesalahan maka Aku akan mengingat kalian dengan berbagai anugerah Ingatlah Aku dengan syukur terhadap ni’mat maka Aku akan mengingat kalian dengan penyempurnaan kenikmatan. Ingatlah Aku dimana kalian berada maka Aku akan mengingat kalian dari tempat Aku berada.

Kitab tentang Takut (Ihya’)

Dalam bab ini akan diterangkan hakikat takut dan menerangkan tingkatan-tingkatan takut dan menerangkan berbagai macam ketakutan dan menjelaskan keutamaan takut, juga penjelasan pengutamaan atas takut dan harap, dan menerangkan tentang obat takut dan penjelasan ma’na khusnul khatimah, dan penjelasan mengenai keadaan orang-orang yang takut dari para Nabi SAW dan orang-orang shaleh rahmatuLlaahi ‘alaihim. Maka kita minta kepada Allah sebaik-baik pertolongan

HAKIKAT TAKUT

Ketahuilah sesungguhnya takut adalah ibarat dari kepiluan hati dan kebakaran hati disebabkan oleh akan terjadinya sesuatu yang tidak disenangi pada masa yang akan datang. Dan telah jelas yang demikian pada penjelasan hakikat raja’ .
Barang siapa yang hatinya jinak kepada Allah dan hatinya memiliki kebenaran maka jadilah ia anak zamannya yang menyaksikan ke elokan al-Haq secara terus menerus, maka tiadalah ia akan menoleh kepada masa yang akan datang. Maka tidak terdapat dalam dirinya suatu perasaan takut maupun harap, akan tetapi jadilah keadaannya di atas khauf / takut dan raja’. Karena sesungguhnya keduanya (khuf dan raja’) adalah kekang yang mencegah diri dari keluar kepada ketetapan keadaannya.

Karena itu al-Washithy telah memberikan isyarah dengan perkataan beliau, “Al-Khaufu (takut) adalah hijab antara Allah dan hambanya”.
Dan juga telah berkata, “Apabila hakikat telah nampak ke dalam rahasia / sirr , maka hilanglah di keutamaan khauf dan raja’ dalamnya.
Disimpulkan pula bahwa orang yang mencintai (Al-Muhib), ketika ia melihat yang dicintai namun ia disibukkan dengan ketakutan akan perpisahan, maka yang demikian ini adalah mengurangi kadar penyaksian kepada Yang dicintai. Dan sesungguhnya selalu memandang Yang dicintai adalah puncak dari segala maqam.


Akan tetapi saat ini kita akan memperbincangkan tentang permulaan maqamat, maka kami katakan :
Keadaan takut itu juga tersusun atas ilmu, hal, dan amal.
Adapun ilmu adalah pengetahuan tentang sebab-sebab yang membawa kepada sesuatu yang tidak disukai.
Dan yang demikian itu seperti orang yang berbuat aniaya terhadap raja kemudian ia jatuh ke tangan raja, maka takutlah ia akan terbunuh oleh raja itu umpamanya. Dan memungkinkan pula pemaafan dan pelepasan dari raja. Akan tetapi kepedihan hatinya dikarenakan takut tergantung dari kekuatan pengetahuannya tentang sebab-sebab yang membawa kepada pembunuhannya, dan itu adalah kekejian penganiayaan terhadap dirinya. Dan keadaan raja itu dengki, marah dan pembalas dendam. Dan keadaan dirinya dikelilingi oleh orang yang selalu membangkitkan kepada pembalasan dendam, kosong dari orang-orang yang memberi bantuan kepadanya. Dan orang yang sedemikian takut ini adalah kosong / jauh dari segala sesuatu yang menghantarkannya kepada jalan kebaikan, yang menghapuskan bekas penganiayaan dari hadapan raja.
Oleh karena itu mengetahui dengan jelasnya sebab-sebab, akan mengakibatkan kuatnya ketakutan dan kesangatannya kepedihan hati. Demikian pula karena lemahnya sebab maka menjadi lepah pula rasa ketakutannya. Maka jadilah kertakutan itu tidak karena penganiayaan yang dilakukan oleh orang yang takut, akan tetapi ketakukan itu lebih disebabkan oleh sifat orang yang ditakutinya. Seperti orang yang jatuh pada cengkeraman binatang buas, sesungguhnya ia takut kepadanya karena sifat binatang buas tersebut yaitu loba dan ganasnya kepada mangsanya walaupun mangsanya itu dengan pilihannya.

Terkadang juga rasa takut itu dikarenakan sifat atau tabi’at dari yang ditakuti. Seperti orang yang jatuh ke dalam aliran banjir atau berdekatan dengan sesuatu yang membakar. Maka sesungguhnya air itu ditakuti karena dapat menyebabkan membawa kepada mengalir dan tenggelam. Demikian pula pada api yang dapat menyebabkan terbakar.

Oleh karena itu pengetahuan tentang sebab-sebab yang tidak disukai itu menjadi sebab yang membangkitkan, menggerakkan kepada terbakarnya dan pedihnya hati. Dan kebakaran/ kepedihan inilah yang dinamakan Al-Khaufu (takut).

Maka demikianlah ketakutan kepada Allah Ta’ala sesekali disebabkan karena ma’rifat kepadaNya dan ma’rifat kepada sidat-sifatNya. Dan sesungguhnya jika Allah membinasakan seluruh alam niscaya Ia tiada peduli dan tiada pula pencegah yang menghalangiNya. Dan sesekali ketakutan hamba itu disebabkan oleh banyaknya pelanggaran yang dilakukan hamba itu dari beberapa perbuatan ma’siyat. Dan sesekali ketakutan hamba disebabkan oleh keduanya (ma’rifat dan adanya pelanggaran). Dan menurut pengetahuannya pula tentang kejelekan dirinya disamping ma’rifatnya kepada kebesaran Allah Ta’ala dan tidak memerlukannya Allah kepadanya, dan sesungguhnya Allah tidak akan di Tanya tentang apa yang Ia kerjakan sebaliknya merekalah yang ditanya, maka menjadi semakin kuatlah rasa takut itu.

Oleh karena itu manusia yang paling takut kepada Tuhannya,mereka itulah orang yang paling mengerti kepada dirinya sendiri dan kepada Tuhannya.
Dan karena itulah Nabi SAW bersabda, “Anaa akhwafukum liLlaah” yang artinya, “Sesungguhnya Aku adalah yang paling takut kepada Allah diantara kamu semua”.

Demikian pula Allah Ta’ala berfirman, “Innamaa yakhsyaLlaaha min ‘ibaadihil ‘ulamaa’” yang artinya, “sesungguhnya yang paling takut kepada Allah diantara hambaNya adalah ‘Ulama’”’.

Kemudian apabila ma’rifat telah semakin sempurna, niscaya menyebabkan besarnya rasa takut dan terbakarnya hati, kemudian melimpahlah bekas keterbakarannya hati kepada badan dan anggota badan dan kepada sifat-sifatnya
Adapun bekasnya pada badan seperti kurus, dan pucat, dan pingsan, dan menjerit, dan menangis. Dan terkadang terhisap akan rasa kepahitan yang membawa kepada kematian, atau ketakutan tersebut naik ke otak sehingga merusakkan akal, atau ketakutan tersebut menguat sehingga menyebabkan putus asa.
Adapun pada anggota badan, maka dengan mencegah diri dari perbuatan maksiyat dan mengekangnya dengan ta’at untuk mendapatkan bagian dari pada yang telah lewat dan untuk mempersiapkan diri bagi masa yang akan datang (akhirat).
Karena itu dikatakan, bukanlah orang yang takut adalah mereka yang menangis dan menyeka air matanya akan tetapi mereka adalah orang yang takut akan dibalas dari perbuatannya. Telah berkata Abul Qasim Al-Hakim, “Orang yang takut terhadap sesuatu maka ia akan lari darinya, dan orang yang takut kepada Allah maka ia akan lari mendekati-Nya.”
Ditanyakan kepada Dzunun, “Kapan seseorang dikatakan takut ?”
Dzunun menjawab, “Apabila ia menempatkan dirinya seperti orang yang sakit, yang sangat berhati-hati agar sakitnya tidak berkepanjangan”.
Adapun pada sifat, maka dengan mengekang syahwat, dan mengeruhkan segala kesenangan. Maka jadilah perbuatan maksiyat yang semula disukai itu menjadi sesuatu yang dibenci. Sebagaimana madu dibenci oleh orang yang menginginkannya apabila ia mengetahui kalau di dalamnya terdapat racun. Maka terbakarlah (hancurlah) syahwat disebabkan takut. Dan menjadi beradablah perbuatan badan (untuk menjaga diri). Dan menjadi layulah hati dan khusyu, dan merendahkan diri dan menjadi tenang. Dan berpisahlah darinya sifat kesombongan, busuk hati dan hasud . bahkan jadilah ia yang melengkapi kesusahan dikarenakan takutnya dan pandangannya akan akibat yang akan diterimanya. Maka tidaklah ia mengosongkan waktunya bagi yang lain, dan tiadalah baginya kesibukan selain muraqabah, dan muhasabah (menghitung amal perbuatan dirinya), mujahadah/ bersungguh-sungguh, kikir dengan nafas dan perhatian, penyiksaan diri dengan segala gurisan dan langkah serta perkataan. Dan jadilah kondisi dirinya seperti orang yang jatuh dalam terkaman binatang buas, yang membawa bahaya. Ia tidak mengetahui jika binatang tersebut akan lengah darinya lalu melepasnya, ataukah binatang tersebut akan menyerangnya, maka binasalah ia. Maka jadilah keadaan lahir dan bathinnya sibuk terhadap apa yang ia takuti, dan tidak ada peluang bagi yang selain ditakuti.

Demikian inilah keadaan orang yang bersangatan rasa takutnya dan menguatnya rasa takut padanya. Dan demikian inilah keadaan para sahabat dan tabi’in. Dan kuatnya muraqabah (mengintai) dan muhasabah dan mujahadah sangat tergantung dari kuatnya rasa takut / khauf yang membawa rasa sakit di dalam hati dan terbakarnya hati. Dan kuatnya khauf / takut bergantung dari kuatnya ma’rifah / pengetahuan tentang keagungan Ilahi dan sifatNya dan af’al-Nya, dan pengetahuan tentang keburukan dirinya dan pengetahuan tentang apa yang ada di depan dirinya dirinya yaitu beberapa bahaya dan huru hara (hari akhir).
Dan serendah-rendah derajad khauf jika dilihat dari apa yang tampak pada bekas-bekas dhahiriyah di dalam amal adalah apabila dapat mencegah dari perbuatan yang dilarang. Dan dinamakanlah keberhasilan pencegahan dari perbuatan yang di larang dengan istilah wara’. Dan apabila semakin bertambah kekuatannya dalam mencegah diri dari jalan yang diyakini sebagai perbuatan haram, maka bagaimana pula terhadap sesuatu yang tidak diyakini pengharamannya. Maka yang demikian ini dinamakan taqwa. Karena pada dasarnya taqwa adalah meninggalkan apa yang diragukan kepada sesuatu yang tidak diragukan. Bahkan terkadang membawa kepada meninggalkan sesuatu yang tidak berbahaya dikarenakan khawatir di dalamnya terdapat bahaya. Dan inilah yang dinamakan As-Shidq / kebenaran di dalam taqwa. Dan apabila as-shidq bercampur dengan kesemataan / melulu dalam mengabdi (kepada Allah), maka pastilah ia tidak akan membangun sesuatu yang tidak akan ditempatinya (yaitu kemewahan dunia) dan tidak akan mengumpulkan sesuatu yang tidak ia makan dan ia tidak akan berpaling kepada dunia karena ia mengatahui bahwa dunia akan berpisah darinya, dan tidak pula ia menyerahkan kepada selain Allah dalam setiap nafas dari nafas-nafasnya. Maka inilah shidq / kebenaran, dan pantaslah bagi orang yang memiliki sifat ini dinamakan Ash-Shidq. Dan masuk dalam kebenaran itu taqwa. Dan masuk di dalam taqwa itu wara’. Dan masuk dalam wara’ itu menjaga diri. Karena sesungguhnya menjaga diri / ‘iffah adalah ibarat dari mencegah segala sesuatu yang bersesuaian dengan nafsu syahwat.
Dengan demikian, khauf/takut akan berbekas pada anggota badan dengan pencegahan dan penampilan. Dan terus meningkat dengan pencegahan menjadi istilah ‘iffah yaitu mencegah diri dari menuruti keinginan syahwat. Dan yang lebih tinggi dari ini adalah wara’, karena sesungguhnya wara’itu lebih umum yaitu mencegah segala sesuatu yang dilarang. Dan yang lebih tinggi dari wara’ adalah taqwa karena ia adalah istilah sebagai suatu pencegahan diri dari segala yang dilarang, dan yang syubhat bersama-sama. Dan dibelakang taqwa terdapat istilah Shidq dan muqarrab (orang-orang yang dekat dengan Allah) dan berlakulah tingkat yang akhir dibanding derajad sebelumnya sebagaimana berlakunya yang lebih khusus dibanding yang lebih umum. Oleh karena itu apabila anda menyebutkan yang lebih khusus maka sesungguhnya anda telah menyebutkan semuanya, sebagaimana ketika anda mengatakan manusia adakalanya ia bangsa arab dan mungkin juga orang ajam /non arab. Dan jika menyebutkan arab adakalanya ia Quraisy atau yang lainnya. Dan Quraisy ada kalanya Hasyimy atau yang lainnya. Dan Hasyimy ada kalanya ‘Alawy atau yang lainnya. Dan ‘Alawy ada kalanya Hasany atau Husainy. Maka jika anda menyebutkan bahwa ia Hasany misalnya, maka sesungguhnya anda telah mensifatinya dengan keseluruhan. Dan jika anda mensifatinya dengan Alawy maka anda sesungguhnya anda mensifatinya dengan yang di atasnya dari apa yang lebih umum lagi. Maka demikian pula jika anda menyebutkan istilah shidq maka sesungguhnya anda telah mengatakan orang itu taqwa, wara’, dan ‘’iffah. Maka tidak selayaknya anda beranggapan bahwa banyaknya nama/istilah itu menunjukkan makna yang banyak yang berlainan lalu bercampur aduk kepada anda, seperti bercampur aduknya pada orang yang mencari arti dari kata-kata dan tidak mengikutkannya kata-kata itu dengan arti. Inilah isyarah pada berkumpulnya beberapa makna khauf dan apa yang meliputinya dari segi ketinggian seperti ma’rifat yang mewajibkannya, dan dari segi kebawahan seperti amal yang keluar darinya sebagai cegahan dan penampilan………….

Insya Allah dilanjutkan dengan tingkat-tingkat khauf dan perbedaan tentang kuat dan lemahnya

Risalah Al-Muawwanah (Fasal 17)

Makam Sayyidy Abu Darda RA
Dan wajib bagimu apabila engkau melakukan shalat di belakang imam, untuk memperbaiki dan memperbagus mutaba’ah (mengikuti) imam. Karena sesungguhnya dijadikan imam adalah untuk dita’ati dan diikuti. Dan takutlah engkau dengan mengiringinya dalam segala sesuatu perbuatan imam apalagi mendahuluinya. Dan seharusnya engkau menjadikan semua perbuatan di dalam shalat selalu mengikuti imam. Sesungguhnya telah bersabda RasuluLlah SAW bahwa orang yang menunduk maupun mengangkat dirinya sebelum imam sesungguhnya ubun-ubun / kepala orang tersebut berada di tangan setan. Dan wajib bagi kamu untuk bersegera menempati shaf awal dan takutlah engkau mengakhirkannya sedangkan engkau mampu melakukannya. Dan telah bersabda RasuluLlah SAW, “Tiada henti-henti suatu kaum mengakhirkan (dari shaf awwal) hingga Allah mengakhirkannya” (dari keutamaan dan rahmat) nya.
Telah bersabda RasuluLlah SAW “Sesungguhnya Allah Ta’ala bershalawat / memberikan rahmatnya kepada shaf y yang paling depan”. Dan sesungguhnya RasuluLlah SAW memintakan ampun bagi shaw awwal sebanyak tiga kali dan shaf ke dua satu kali. Dan bagimu memperhatikan shaf dan meluruskannya . dan apabila engkau menjadi imam maka memerintahkan meluruskan shaf adalah sesuatu yang diharuskan dan ini adalah perkara yang penting di dalam syari’at islam akan tetapi kebanyakan menusia lalai darinya. Dan sungguh RasuluLlah SAW bersungguh-sungguh dalam hal ini mengaplikasikannya seraya bersabda, “Hendaklah engkau sekalian meluruskan shafmu, atau semoga Allah mempersatukan di antara hatimu” dan beliau memerintahkan untuk menutup shaf yang berlubang dan beliau berkata, “Demi Dzat yang diriku berada di tanganNya sesungguhnya aku melihat setan masuk di sela-sela shaf seakan-akan ia seperti Al-Khadzf (seekor kambing kecil.”
Dan wajib bagimu untuk menjaga shalat lima waktu dengan berjama’ah dan terus menerus demikian karena sesungguhnya shalat jama’ah lebih utama daripada shalat sendirian dengan 27 derajad sebagaimana diterangkan dalam hadist shahih. Dan takutlah engkau meninggalkan shalat berjama’ah tanpa udzur atau dengan alasan yang tidak baik / merusak. Dan ketika engkau mendatangi tempat jama’ah sedangkan engkau telah mendapati dirimu dalam keadaan telah melakukan shalat di dalam rumahmu atau engkau duduk di dalam rumahmu untuk berdzikir demi keselamatan agamamu maka sebaiknya engkaupun mengikuti orang yang melakukan shalat jama’ah agar engkau mendapatkan pahala berjama’ah dan engkau selamat dari ancaman bagi orang yang meninggalkannya. Seperti sabda RasuluLlah SAW bolehlah memilih suatu kaum antara mencegah kaum dari shalat jama’ah atau dibakar rumah mereka. Dan sebagaimana pula sabda RasuluLlah SAW, “Barang siapa yang mendengar seruan adzan dan tidak menjawab (dengan shalat berjama’ah) maka tiadalah shalat baginya”. Dan perkataan sahabat Ibnu Abbas RA, “Sungguh engkau telah melihat kami dan apa yang tertinggal dibelakang (yakni tertinggal dalam shalat berjama’ah) melainkan mereka itu munafik .
Dan telah berlaku pada zaman RasuluLlah SAW tentang perbedaan antara dua orang yang mendapatkan hidayah yaitu dengan bagaimana sikapnya dalam berdiri di shaf ketika berjama’ah. Dan manakala hal ini sangat penting dalam masalah meninggalkan shalat berjama’ah, maka bagaimana pula keadaan orang yang meninggalkan shalat Jum’ah di mana shalat ini merupakan shalat fardhu. Dan telah bersabda RasuluLlah SAW , “Barang siapa yang meninggalkan 3 kali shalat jum’ah karena meremehkannya, maka Allah akan menutup hatinya .
Apabila engkau memiliki udzur sehingga meninggalkan jum’ah atau jama’ah maka bandingkanlah seandainya di tempat engkau tinggal terdapat orang yang membagi-bagikan uang kepada orang yang hadir kemudian engkau memutuskan untuk mendatangi dan berkeinginan mendapatkan bagian sehingga meninggalkan jama’ah atau jum’ah , maka udzur mu yang demikian ini adalah udzur yang tidak benar. Dan merasa malulah kepada Allah SWT apabila hasratmu kepada dunia lebih besar dari pada apa yang ada di sisi Allah. dan ketahuilah bahwa sesungguhnya udzur yang benar adalah apabila kesempatan untuk berjama’ah memang benar-benar telah hilang setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh. Adapun pahala, maka tidak akan dihasilkan kecuali dengan melaksanakannya. Benar, bahwa pahala dapat dihasilkan bagi orang yang udzur dilihat dari beberapa segi, seperti orang yang udzur shalat berjama’ah karena menghalau musuh dll. Atau ia tidak memiliki udzur untuk hadlir dalam shalat jama’ah akan tetapi ia berkepentingan untuk orang islam lain yang mengalami penderitaan yang berat seperti orang yang menolong kaum muslimin yang kelaparan atau menderita sakit keras dll, maka orang yang demikian akan mendapatkan pahala berjama’ah.
Kemudian, sesungguhnya orang mukmin yang sempurna tidak menghendaki akan meninggalkan sesuatu yang dapat mendekatkan dirinya kepada allah SWT. Meskipun dalam meninggalkannya ia memiliki 1000 udzur bahkan seandainya ia mengetahui bahwa meninggalkannya lebih di sukai Allah dari pada mengerjakannya . dari itulah orang yang AhliLlah menyandang gelar kesempurnaan atas kesanggupannya dalam mengerjakan segala sesuatu untuk mendekatkan diri kepada Allah dimana gunung-gunung tidak mampu memikulnya.
Adapun orang yang lemah imannya dan sesikit keyakinannya dan berkurang ma’rifatnya kepada Allah, maka tiadalah sebab yang membuat mereka meninggalkan fardhu dari Allah. akan tetapi bagi orang yang mengerjakannya pastilah baginya beberapa derajat dan mereka tidak akan dianiaya.
Dan wajib bagi kamu membebani orang-orang yang berada di bawah kekuasaanmu seperti anak-anak, dan isteri, dan hamba sahaya untuk melakukan shalat. Apabila ada penolakan dari salah satu diantara mereka , maka wajib bagimu memberi nasihat kepada mereka dan menakuti mereka. Apabila mereka bertambah penolakannya dalam meninggalkan shalat maka wajib bagimu untuk memukulnya. Apabila mereka masih tidak mahu menolak, maka wajib bagi kamu memutuskan hubungan dengannya karena sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat adalah setan yang jauh dari rahmat Allah dan menghadapkan pada murkaNya dan laknatnya yang dilarang berhubungan dengannya dan diwajibkan memeranginya bagi setiap orang islam. Bagaimana tidak, sungguh telah bersabda RasuluLlah SAW, “Perjanjian antara kami dengan mereaka adalah shalat. Barang siapa yang meninggalkannya sungguh telah menyekutukan Allah. dan telah bersabda RasuluLlah SAW, “Tidak ada agama bagi orang yang tidak melakukan shalat. Dan perumpamaan shalat di dalam agama seperti perumaan kepala pada badan”.
Dan wajib bagi kamu meluangkan waktu dari segala kesibukan duniawi pada hari jum’ah dan jadikanlah hari yang mulia ini murni untuk kegiatan akhiratmu. Maka janganlah engkau memiliki kesibukan pada hari ini melainkan hanya sesuatu amal kebaikan dan hanya menghadap kehadirat Ilahi dan memperbagus muraqabah (mengintip) akan sa’at Ijabah yaitu satu saat pada hari jum’ah dimana tiada berjumpa dengannya seorang muslim dan ia meminta kebaikan kepada Allah atau memohon perlindungan kepadaNya melainkan di ijabah /dikabulkan baginya.
Dan wajib bagimu sibuk dengan bukuur (amal kabaikan/dzikir/shalawat dll) hingga waktu shalat jum’ah dan mendekati mimbar dan diam ketika khutbah dibacakan dan jangan sibukkan diri (ketika khutbah) dengan berdzikir atau tafakur terlebih bertafakur tentang sesuatu gurauan, demikian pula takutlah pada saat demikian terhadap hadiitsunnafsi dan sadarilah bahwa engkaulah yang dimaksud pada setiap apa yang engkau dengarkan dari beberapa nasihat dan wasiyat. Dan bacalah ketika selesai mengucapkan salam sedangkan engkau belum mengucapkan sepatah katapun bacaan fatihah, Al-Ikhlash, Mu’awwidzatain masing-masing 7 kali dan bacalah juga setelah selesai shalat (SubhanaLlahil ‘Adziim wabihamdih 100 X) maka di dalam hadits telah diterangkan akan fadhilah semua ini ..wabiLlahi Taufik..

Hanya milik ALLAH asma-ul husna

ALLAH memiliki nama-nama yang baik yang disebut dengan Asmaul Husna. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa al-Asma al-Husna ini jumlahnya ada 99, karena ALLAH menyukai bilangan yang ganjil.Sesungguhnya ALLAH mempunyai sembilan puluh sembilan nama, yaitu seratus kurang satu. Barangsiapa menghitungnya, niscaya ia masuk surga. (H.R. Bukhari dan Muslim)Sembilan puluh sembilan nama tsb menggambarkan betapa baiknya ALLAH. Nama-nama dalam Asmaul Husna ini, ALLAH sendirilah yang menciptakannya.Dia-lah ALLAH yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang Membentuk Rupa, yang Mempunyai Nama-Nama yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Hasyr: 24)Sebutlah nama-nama ALLAH, dalam setiap zikir dan doa kita. Jika kita memohon diberi petunjuk, sebutlah nama Al-Hâdi (Maha Pemberi Petunjuk). Jika kita mohon diberi sifat kasih sayang, sebutlah nama Ar-Rahmân (Maha Pengasih). Semoga doa kita akan semakin makbul. Anjuran untuk menggunakan Asmaul Husna dalam berzikir dan berdoa, diterangkan oleh ALLAH SWT dalam Al-Quran.Hanya milik ALLAH asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-A'râf: 180)Asmaul Husna hanya milik ALLAH SWT. Manusia sebagai makhluk-Nya hanya dapat memahami, mempelajari, dan meniru kandungan makna dari nama yang baik tsb dalam kehidupan sehari-hari.berikut adalah ke 99 asmaul husna:1. ar-Rahmaan artinya : Yang Maha Pemurah ,sumber surat : Al-Faatihah: 3 2. ar-Rahiim artinya : Yang Maha Pengasih ,sumber surat : Al-Faatihah: 3 3. al-Malik artinya : Maha Raja ,sumber surat : Al-Mu'minuun: 11 4. al-Qudduusartinya : Maha Suci ,sumber surat : Al-Jumu'ah: 1 5. as-Salaam artinya : Maha Sejahtera ,sumber surat : Al-Hasyr: 23 6. al-Mu'min artinya : Yang Maha Terpercaya ,sumber surat : Al-Hasyr: 23 7. al-Muhaimin artinya : Yang Maha Memelihara ,sumber surat : Al-Hasyr: 23 8. al-'Aziiz artinya : Yang Maha Perkasa ,sumber surat : Aali 'Imran: 62 9. al-Jabbaar artinya : Yang Kehendaknya Tidak Dapat Diingkari Al-Hasyr: 23 10. al-Mutakabbir artinya : Yang Memiliki Kebesaran ,sumber surat : Al-Hasyr: 23 11. al-Khaaliq artinya : Yang Maha Pencipta ,sumber surat : Ar-Ra'd: 16 12. al-Baari' artinya : Yang Mengadakan dari Tiada ,sumber surat : Al-Hasyr: 24 13. al-Mushawwir artinya : Yang Membuat Bentuk ,sumber surat : Al-Hasyr: 24 14. al-Ghaffaar artinya : Yang Maha Pengampun ,sumber surat : Al-Baqarah: 235 15. al-Qahhaarartinya : Yang Maha Perkasa ,sumber surat : Ar-Ra'd: 16 16. al-Wahhaab artinya : Yang Maha Pemberi ,sumber surat : Aali 'Imran: 8 17. ar-Razzaq artinya : Yang Maha Pemberi Rezki Adz-Dzaariyaat: 58 18. al-Fattaah artinya : Yang Maha Membuka (Hati) ,sumber surat : Sabaa': 26 19. al-'Aliim artinya : Yang Maha Mengetahui ,sumber surat : Al-Baqarah: 29 20. al-Qaabidh artinya : Yang Maha Pengendali ,sumber surat : Al-Baqarah: 245 21. al-Baasithartinya : Yang Maha Melapangkan ,sumber surat : Ar-Ra'd: 26 22. al-Khaafidh artinya : Yang Merendahkan ,sumber surat : Hadits at-Tirmizi 23. ar-Raafi' artinya : Yang Meninggikan ,sumber surat : Al-An'aam: 83 24. al-Mu'izz artinya : Yang Maha Terhormat ,sumber surat : Aali 'Imran: 26 25. al-Mudzdzill artinya : Yang Maha Menghinakan Aali 'Imran: 26 26. as-Samii' artinya : Yang Maha Mendengar ,sumber surat : Al-Israa': 1 27. al-Bashiir artinya : Yang Maha Melihat ,sumber surat : Al-Hadiid: 4 28. al-Hakam artinya : Yang Memutuskan Hukum ,sumber surat : Al-Mu'min: 48 29. al-'Adl artinya : Yang Maha Adil ,sumber surat : Al-An'aam: 115 30. al-Lathiif artinya : Yang Maha Lembut ,sumber surat : Al-Mulk: 14 31. al-Khabiir artinya : Yang Maha Mengetahui ,sumber surat : Al-An'aam: 18 32. al-Haliim artinya : Yang Maha Penyantun ,sumber surat : Al-Baqarah: 235 33. al-'Azhiim artinya : Yang Maha Agung ,sumber surat : Asy-Syuura: 4 34. al-Ghafuur artinya : Yang Maha Pengampun A,sumber surat : ali 'Imran: 89 35. asy-Syakuur artinya : Yang Menerima Syukur ,sumber surat : Faathir: 30 36. al-'Aliyy artinya : Yang Maha Tinggi ,sumber surat : An-Nisaa': 34 37. al-Kabiir artinya : Yang Maha Besar ,sumber surat : Ar-Ra'd: 9 38. al-Hafiizh artinya : Yang Maha Penjaga ,sumber surat : Huud: 57 39. al-Muqiit artinya : Yang Maha Pemelihara ,sumber surat : An-Nisaa': 85 40. al-Hasiib artinya : Yang Maha Pembuat Perhitungan ,sumber surat : An-Nisaa': 6 41. al-Jaliil artinya : Yang Maha Luhur ,sumber surat : Ar-Rahmaan: 27 42. al-Kariim artinya : Yang Maha Mulia ,sumber surat : An-Naml: 40 43. ar-Raqiib artinya : Yang Maha Mengawasi ,sumber surat : Al-Ahzaab: 52 44. al-Mujiib artinya : Yang Maha Mengabulkan ,sumber surat : Huud: 61 45. al-Waasi' artinya : Yang Maha Luas ,sumber surat : Al-Baqarah: 268 46. al-Hakiim artinya : Yang Maha Bijaksana ,sumber surat : Al-An'aam: 18 47. al-Waduud artinya : Yang Maha Mengasihi ,sumber surat : Al-Buruuj: 14 48. al-Majiid artinya : Yang Maha Mulia ,sumber surat : Al-Buruuj: 15 49. al-Baa'its artinya : Yang Membangkitkan ,sumber surat : Yaasiin: 52 50. asy-Syahiid artinya : Yang Maha Menyaksikan ,sumber surat : Al-Maaidah: 117 51. al-Haqq artinya : Yang Maha Benar ,sumber surat : Thaahaa: 114 52. al-Wakiil artinya : Yang Maha Pemelihara ,sumber surat : Al-An'aam: 102 53. al-Qawiyy artinya : Yang Maha Kuat ,sumber surat : Al-Anfaal: 52 54. al-Matiin artinya : Yang Maha Kokoh ,sumber surat : Adz-Dzaariyaat: 58 55. al-Waliyy artinya : Yang Maha Melindungi ,sumber surat : An-Nisaa': 45 56. al-Hamiid artinya : Yang Maha Terpuji ,sumber surat : An-Nisaa': 131 57. al-Muhshi artinya : Yang Maha Menghitung ,sumber surat : Maryam: 94 58. al-Mubdi' artinya : Yang Maha Memulai ,sumber surat : Al-Buruuj: 13 59. al-Mu'id artinya : Yang Maha Mengembalikan ,sumber surat : Ar-Ruum: 27 60. al-Muhyi artinya : Yang Maha Menghidupkan ,sumber surat : Ar-Ruum: 50 61. al-Mumiit artinya : Yang Maha Mematikan ,sumber surat : Al-Mu'min: 68 62. al-Hayy artinya : Yang Maha Hidup ,sumber surat : Thaahaa: 111 63. al-Qayyuum artinya : Yang Maha Mandiri ,sumber surat : Thaahaa: 11 64. al-Waajid artinya : Yang Maha Menemukan ,sumber surat : Adh-Dhuhaa: 6-8 65. al-Maajid artinya : Yang Maha Mulia ,sumber surat : Huud: 73 66. al-Waahid artinya : Yang Maha Tunggal ,sumber surat : Al-Baqarah: 133 67. al-Ahad artinya : Yang Maha Esa ,sumber surat : Al-Ikhlaas: 1 68. ash-Shamad artinya : Yang Maha Dibutuhkan ,sumber surat : Al-Ikhlaas: 2 69. al-Qaadir artinya : Yang Maha Kuat ,sumber surat : Al-Baqarah: 20 70. al-Muqtadir artinya : Yang Maha Berkuasa ,sumber surat : Al-Qamar: 42 71. al-Muqqadim artinya : Yang Maha Mendahulukan ,sumber surat : Qaaf: 28 72. al-Mu'akhkhir artinya : Yang Maha Mengakhirkan ,sumber surat : Ibraahiim: 4273. al-Awwal artinya : Yang Maha Permulaan ,sumber surat : Al-Hadiid: 3 74. al-Aakhir artinya : Yang Maha Akhir ,sumber surat : Al-Hadiid: 3 75. azh-Zhaahir artinya : Yang Maha Nyata ,sumber surat : Al-Hadiid: 3 76. al-Baathin artinya : Yang Maha Gaib ,sumber surat : Al-Hadiid: 3 77. al-Waalii artinya : Yang Maha Memerintah ,sumber surat : Ar-Ra'd: 11 78. al-Muta'aalii artinya : Yang Maha Tinggi ,sumber surat : Ar-Ra'd: 9 79. al-Barr artinya : Yang Maha Dermawan Ath-Thuur: 28 80. at-Tawwaab artinya : Yang Maha Penerima Taubat ,sumber surat : An-Nisaa': 16 81. al-Muntaqim artinya : Yang Maha Penyiksa ,sumber surat : As-Sajdah: 22 82. al-'Afuww artinya : Yang Maha Pemaaf ,sumber surat : An-Nisaa': 99 83. ar-Ra'uuf artinya : Yang Maha Pengasih ,sumber surat : Al-Baqarah: 207 84. Maalik al-Mulk artinya : Yang Mempunyai Kerajaan Aali 'Imran: 26 85. Dzaljalaal wa al-'Ikraam artinya : Yang Maha Memiliki Kebesaran serta Kemuliaan Ar-Rahmaan: 2786. al-Muqsith artinya : Yang Maha Adil ,sumber surat : An-Nuur: 47 87. al-Jaami' artinya : Yang Maha Pengumpul ,sumber surat : Sabaa': 26 88. al-Ghaniyy artinya : Yang Maha Kaya ,sumber surat : Al-Baqarah: 267 89. al-Mughnii artinya : Yang Maha Mencukupi ,sumber surat : An-Najm: 48 90. al-Maani' artinya : Yang Maha Mencegah ,sumber surat : Hadits at-Tirmizi 91. adh-Dhaarr artinya : Yang Maha Pemberi Derita ,sumber surat : Al-An'aam: 17 92. an-Naafi' artinya : Yang Maha Pemberi Manfaat ,sumber surat : Al-Fath: 11 93. an-Nuur artinya : Yang Maha Bercahaya ,sumber surat : An-Nuur: 35 94. al-Haadii artinya : Yang Maha Pemberi Petunjuk ,sumber surat : Al-Hajj: 54 95. al-Badii' artinya : Yang Maha Pencipta ,sumber surat : Al-Baqarah: 117 96. al-Baaqii artinya : Yang Maha Kekal ,sumber surat : Thaahaa: 73 97. al-Waarits artinya : Yang Maha Mewarisi ,sumber surat : Al-Hijr: 23 98. ar-Rasyiid artinya : Yang Maha Pandai ,sumber surat : Al-Jin: 10 99. ash-Shabuur artinya : Yang Maha Sabar ,sumber surat : Hadits at-Tirmizi wallahua'lam

KH. Muhammad Kholil bangkalan (madura) apriadi of cirebon

KH Muhammad Khalil bin Kiyai Haji Abdul Lathif bin Kiyai Hamim bin Kiyai Abdul Karim bin Kiyai Muharram bin Kiyai Asrar Karamah bin Kiyai Abdullah bin Sayid Sulaiman.Sayid Sulaiman adalah cucu Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati Cirebon. Syarif Hidayatullah itu putera Sultan Umdatuddin Umdatullah Abdullah yang memerintah di Cam (Campa). Ayahnya adalah Sayid Ali Nurul Alam bin Sayid Jamaluddin al-Kubra.KH. Muhammad Kholil dilahirkan pada 11 Jamadilakhir 1235 Hijrahatau 27 Januari 1820 Masihi di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur. Beliau berasal dari keluarga Ulama dan digembleng langasung oleh ayah Beliau menginjak dewasa beliau ta’lim diberbagai pondok pesantren. Sekitar 1850-an, ketika usianya menjelang tiga puluh, Kiyai Muhammad Khalil belajar kepada Kiyai Muhammad Nur di Pondok-pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur. Dari Langitan beliau pindah ke Pondok-pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian beliau pindah ke Pondok-pesantren Keboncandi. Selama belajar di pondok-pesantren ini beliau belajar pula kepada Kiyai Nur Hasan yang menetap di Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi. Kiyai Nur Hasan ini, sesungguhnya, masih mempunyai pertalian keluarga dengannya. Sewaktu menjadi Santri KH Muhammad Kholil telah menghafal beberapa matan, seperti Matan Alfiyah Ibnu Malik (Tata Bahasa Arab). disamping itu juga beliau juga seorang hafiz al-Quran . Belia mampu membaca alqur’an dalam Qira’at Sab’ah (tujuh cara membaca al-Quran).Pada 1276 Hijrah/1859 Masihi, KHMuhammad Khalil Belajar di Mekah. Di Mekah KH Muhammad Khalil al-Maduri belajar dengan Syeikh Nawawi al-Bantani(Guru Ulama Indonesia dari Banten). Di antara gurunya di Mekah ialah Syeikh Utsman bin Hasan ad-Dimyathi, Saiyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syeikh Mustafa bin Muhammad al-Afifi al-Makki, Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud asy-Syarwani i. Beberapa sanad hadis yang musalsal diterima dari Syeikh Nawawi al-Bantani dan Abdul Ghani bin Subuh bin Ismail al-Bimawi (Bima, Sumbawa). Kh.Muhammad Kholil Sewaktu Belajar di Mekkah Seangkatan dengan KH.Hasym Asy’ari,Kh.Wahab Hasbullah dan KH.Muhammad Dahlan namum Ulama-ulama Dahulu punya kebiasaan Memanggil Guru sesama Rekannya, Dan Kh.Muhammad KHolil yang Dituakan dan dimuliakan diantara mereka.Sewaktu berada di Mekah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Kh.Muhammad Khalil bekerja mengambil upah sebagai penyalin kitab-kitab yang diperlukan oleh para pelajar. Diriwayatkan bahwa pada waktu itulah timbul ilham antara mereka bertiga, yaitu: Syeikh Nawawi al-Bantani, Kiyai Muhammad Khalil al-Maduri dan Syeikh Saleh as-Samarani (Semarang) menyusun kaedah penulisan huruf Pegon. Huruf Pegon ialah tulisan Arab yang digunakan untuk tulisan dalam bahasa Jawa, Madura dan Sunda. Huruf Pegon tidak ubahnya tulisan Melayu/Jawi yang digunakan untuk penulisan bahasa Melayu.karena Kiyai Muhammad Khalil cukup lama belajar di beberapa pondok-pesantren di Jawa dan Mekah, maka sewaktu pulang dari Mekah, beliau terkenal sebagai ahli/pakar nahwu, fiqih, thariqat ilmu-ilmu lainnya. Untuk mengembangkan pengetahuan keislaman yang telah diperolehnya, Kiyai Muhammad Khalil selanjutnya mendirikan pondok-pesantren di Desa Cengkebuan, sekitar 1 kilometer arah Barat Laut dari desa kelahirannya. Kh. Muhammad Khalil al-Maduri adalah seorang ulama yang bertanggungjawab terhadap pertahanan, kekukuhan dan maju-mundurnya agama Islam dan bangsanya. Beliau sedar benar bahwa pada zamannya, bangsanya adalah dalam suasana terjajah oleh bangsa asing yang tidak seagama dengan yang dianutnya. Beliau dan keseluruhan suku bangsa Madura seratus peratus memeluk agama Islam, sedangkan bangsa Belanda, bangsa yang menjajah itu memeluk agama Kristian. Sesuai dengan keadaan beliau sewaktu pulang dari Mekah telah berumur lanjut, tentunya Kiyai Muhammad Khalil tidak melibatkan diri dalam medan perang, memberontak dengan senjata tetapi mengkaderkan pemuda di pondok pesantren yang diasaskannya. Kiyai Muhammad Khalil sendiri pernah ditahan oleh penjajah Belanda kerana dituduh melindungi beberapa orang yang terlibat melawan Belanda di pondok pesantrennya. beberapa tokoh ulama maupun tokoh-tokoh kebangsaana lainnya yang terlibat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tidak sedikit yang pernah mendapat pendidikan dari Kiyai Muhammad Khalil al-Maduri .Kh.Ghozi menambahkan, dalam peristiwa 10 November, Mbah Kholil bersama kiai-kiai besar seperti Bisri Syansuri, Hasyim Asy’ari, Wahab Chasbullah dan Mbah Abas Buntet Cirebon, menge-rahkan semua kekuatan gaibnya untuk melawan tentara Sekutu.Hizib-hizib yang mereka miliki, dikerahkan semua untuk menghadapi lawan yang bersenjatakan lengkap dan modern. Sebutir kerikil atau jagung pun, di tangan kiai-kiai itu bisa difungsikan menjadi bom berdaya ledak besar.Tak ketinggalan, Mbah Kholil mengacau konsentrasi tentara Sekutu dengan mengerahkan pasukan lebah gaib piaraannya. Di saat ribuan ekor lebah menyerang, konsentrasi lawan buyar.Saat konsentrasi lawan buyar itulah, pejuang kita gantian menghantam lawan. ”Hasilnya terbukti, dengan peralatan sederhana, kita bisa mengusir tentara lawan yang senjatanya super modern. Tapi sayang, peran ulama yang mengerahkan kekuatan gaibnya itu, tak banyak dipublikasikan,” papar Kiai Ghozi, cucu KH Wahab Chasbullah ini.Kesaktian lain dari Mbah Kholil, adalah kemampuannya membelah diri. Dia bisa berada di beberapa tempat dalam waktu bersamaan.Pernah ada peristiwa aneh saat beliau mengajar di pesantren. Saat berceramah, Mbah Kholil melakukan sesuatu yang tak terpantau mata. ”Tiba-tiba baju dan sarung beliau basah kuyub,” cerita kh Ghozi.Para santri heran. Sedangkan beliau sendiri cuek, tak mau menceritakan apa-apa. Langsung ngloyor masuk rumah, ganti baju.Teka-teki itu baru terjawab setengah bulan kemudian. Ada seorang nelayan sowan Mbah Kholil. Dia mengucapkan terimakasih, karena saat perahunya pecah di tengah laut, langsung ditolong Mbah Kholil.”Kedatangan nelayan itu membuka tabir. Ternyata saat memberi pengajian, Mbah Kholil dapat pesan agar segera ke pantai untuk menyelamatkan nelayan yang perahunya pecah. Dengan karomah yang dimiliki, dalam sekejap beliau bisa sampai laut dan membantu si nelayan itu,” papar kh Ghozi yang kini tinggal di Wedomartani Ngemplak Sleman ini.di antara sekian banyak murid Kh Muhammad Khalil al-Maduri yang cukup menonjol dalam sejarah perkembangan agama Islam dan bangsa Indonesia ialah Kh Hasyim Asy’ari (pendiri Pondok-pesantren Tebuireng, Jombang, dan pengasas Nahdhatul Ulama / NU) Kiyai Haji Abdul Wahhab Hasbullah (pendiri Pondok-pesantren Tambakberas, Jombang); Kiyai Haji Bisri Syansuri (pendiri Pondok-pesantren Denanyar); Kiyai Haji Ma’shum (pendiri Pondok-pesantren Lasem, Rembang, adalah ayahanda Kiyai Haji Ali Ma’shum), Kiyai Haji Bisri Mustofa (pendiri Pondok-pesantren Rembang); dan Kiyai Haji As’ad Syamsul `Arifin (pengasuh Pondok-pesantren Asembagus, Situbondo).Kh. Muhammad Khalil al-Maduri, wafat dalam usia yang lanjut 106 tahun, pada 29 Ramadan 1341 Hijrah/14 Mei 1923 Masihi.

Sejarah Islam Nusantara Bertunas di Panjalu apriadi of cirebon

Setiap minggunya, ribuan umat Muslim berbondong-bondong ke Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Mareka datang untuk berwisata ziarah ke Situ Lengkong yang airnya dipercaya berasal dari mata air zamzam di Mekkah, Arab Saudi. Asal-usul air ini, rupanya bukan hanya mitos, sebab ada beberapa bukti arkeologis yang mendukung mitos tersebut.
SITU LENGKONG - Danau Situ Lengkong dipercaya airnya berasal dari mata air Zamzam di Arab Saudi yang dibawa oleh Sanghyang Borosngora pada abad ketujuh. Peziarah yang datang ke Situ Lengkong, membawa air dari danau ini sebagai buah tangan.
Selain berwudhu di air danaunya, umat muslim juga berziarah ke makam Prabu Hariang Kancana yang dimakamkan di Nusa Gede, sebuah pulau kecil di tengah Danau Situ Lengkong serta mengunjungi bumi alit, sebuah situs museum tempat pusaka Panjalu berada.
RH Atong Tjakradinata, seorang keturunan Raja Panjalu yang semasa hidupnya pernah menjabat sebagai kuwu (kepala desa) selama 40 tahun mengungkapkan mitos dan bukti arkeologis yang mendukung mitos tersebut ketika Pembaruan berkunjung ke kediamannya di Desa Panjalu, Ciamis. Ia mengungkapkan, Kerajaan Panjalu adalah kerajaan yang besar dan pemerintahannya mencapai tatar Banyuwangi, Jawa Timur. Berdasarkan penelitian, Kerajaan Panjalu berdiri jauh sebelum Kerajaan Padjadjaran. Pada zamannya, Kerajaan Panjalu pernah diperintah oleh seorang perempuan bernama Sanghyang Ratu Permana Dewi yang sangat bijaksana.
Ia memiliki seorang anak yang dikenal sebagai Prabu Siliwangi. Prabu Siliwangi memiliki enam orang cucu, satu di antaranya bernama Prabu Sanghyang Borosngora atau biasa disebut Sanghyang Jampang Manggung. Keenam cucu Prabu Siliwangi memiliki ajaran yang penuh nilai keluhuran, yaitu berani karena benar, takut karena salah, melaksanakan keadilan sosial, menyembah yang Esa, bekerja dan berkeputusan berdasarkan musyawarah mufakat, pengorbanan, mendahulukan kepentingan umum dari kepentingan pribadi, dan sebagainya.
Di antara keenam bersaudara Prabu Sanghyang Borosngora dikaruniai kegagahan dan dan memiliki kesaktian yang luar biasa. Ia tidak mempan senjata, tidak panas terkena api dan bepergian pun tidak perlu menapak di tanah atau di air.
Mencari Ilmu
Dalam suatu waktu, Prabu Borosngora yang bertugas menjaga keamanan negara, dipanggil oleh ayahnya Sanghyang Prabu Cakra Dewa. Borosngora diutus untuk mencari ilmu yang lebih hebat dan lebih tinggi dari yang sudah dimilikinya. Ketika mengutus Borosngora, sang ayah menitipkan semacam gayung yang bolong di bagian dasarnya. “Jangan dulu pulang jika kamu belum bisa membawa air secanting penuh tanpa menumpahkan isinya,” titah sang ayahanda Borosngora.
Meski sedih karena tugas ini terlalu berat dan nyaris mustahil, Borosngora menyanggupi permintaan ayahandanya. Ia kemudian menjelajah nusantara untuk mencari guru yang lebih luhur ilmunya dari dia, yaitu bila sudah bisa memberikan ilmu membawa air di dalam wadah yang bolong tanpa menumpahkan airnya.
“Untuk melihat tingkat kesaktian calon guru-gurunya, Borosngora sengaja mengajak mereka berduel satu lawan satu dan hasilnya Borosngora selalu menang. Akhirnya Borosngora mengembara ke Asia Barat melalui negara-negara India, Pakistan dan sebagainya hingga ia tiba di Padang Arafah Arab Saudi,” ujar Atong.
Menurut Atong, rute perjalanan Borosngora ini pernah diteliti oleh para ahli sejarah dan berdasarkan penelitian tersebut, ia memang pergi ke Padang Arafah di Arab Saudi. “Di sana, Borosngora bertemu Ali bin Abu Thalib yang merupakan khalifah Nabi Muhammad SAW yang juga berstatus menantu sekaligus keponakan Nabi. Borosngora kemudian dibawa ke Mekkah dan menjadi muslim,” katanya.
Dalam penelitian tersebut, Borosngora hidup antara tahun 600-700 Masehi, sama dengan Ali bin Abu Thalib, jadi pertemuan mereka memang menurut Atong, nyata terjadi. Setelah sekian lama berguru pada Ali, Borosngora diminta pulang ke negerinya, sebab Ali merasa ayah dan ibu Borosngora sudah merindukan anaknya. Borosngora sendiri menyatakan sudah ingin pulang, namun tidak berani bila belum bisa membawa air di dalam gayung yang bolong bagian dasarnya tersebut.
Dengan enteng Ali meminta agar Borosngora mengambil air zamzam sambil melafalkan doa. “Atas izin Tuhan, air tersebut tidak tumpah dan Borosngora bisa membawa air zamzam itu hingga tiba di Panjalu,” katanya. Ia juga memberikan cenderamata berupa pedang dan jubah bagi Borosngora dengan amanat agar Borosngora menyiarkan agama Islam di Panjalu.
Setiba di Panjalu, ayah Borosngora sudah tidak lagi menjadi raja tapi sudah menjadi begawan, sementara kedudukan raja diberikan kepada kakak Borosngora, yaitu Prabu Sanghyang Lembu Sampulur II. Ayah Borosngora yang memang menunggu-nunggu kehadiran anaknya ketika melihat anaknya sudah pulang dengan membawa air di dalam canting yang bolong tanpa menumpahkan airnya sedikit pun, kemudian mengatakan pada Borosngora untuk membuat danau di daerah Legok Jambu.
“Borosngora kemudian membendung kawasan Legok Jambu dengan batu yang sampai sekarang masih bisa dilihat susunannya yang berupa batu-batu hitam seperti batu yang terdapat di Candi Borobudur, air zamzam itu ditumpahkannya di Legok Jambu dan sekarang jadilah Situ (Danau) Lengkong,” katanya.
Kemudian Borosngora membuat bendungan dan memindahkan kerajaan di tengah pulau yang berada dalam danau tersebut. Setelah bisa membendung danau dan membuat kerajaan di dalam pulau, Borosngora kemudian diangkat jadi raja Panjalu. Kakak Borosngora, kemudian pindah ke Gunung Tampomas Sumedang dan memerintah di sana, dan sama dengan ayahnya yang bijaksana, raja Tampomas ini juga bergelar Siliwangi.
Masuknya Islam
Sementara itu, Borosngora yang sudah memeluk Agama Islam kemudian memerintah kerajaannya dengan ajaran kearifan Islam masuk dalam Kerajaan Panjalu. “Karena titah raja adalah undang-undang, maka ketika Borosngora menganut Islam, rakyatnya pun menganut agama Islam,” katanya. Itulah sebabnya menurut Atong, kenapa orang Panjalu sangat bangga pada rasa kesundaan dan keislamannya.
“Kami sangat bangga pada rasa kesundaan dan keislaman kami karena raja kami dulu berguru langsung dari khalifah nabi dan membawa ke sini, jauh sebelum para pedagang dari Parsi mendarat di Indonesia dan para walisongo mengajarkan Islam dengan cara yang radikal,” katanya.
Hingga kini, pakaian Borosngora yang merupakan hadiah Ali bin Abu Thalib masih tersimpan di Bumi Alit, begitu juga dengan pedang berukuran panjang berbentuk lengkung dan berlafal Arab.
“Saya masih ingat tulisan dalam pedang itu berbahasa Arab, artinya pedang milik Ali,” kata Atong. Namun menurut Atong, saat ini tulisan di atas pedang sudah hilang karena tiap tahun pedang tersebut diasah, dicuci, dan dibersihkan.
Hingga kini, makam Prabu Borosngora sendiri tidak ditemukan, yang ada hanya makam putra pertamanya, yaitu Prabu Hariang Kancana. “Kalau seseorang bergelar Sanghyang, ia memang tidak meninggalkan jasad saat meninggal, kalau gelarnya Hariang, maka ia meninggalkan jasad,” ujar Atong memberi penjelasan.
Selama hidupnya, Borosngora ternyata tidak hanya memerintah Panjalu. Ia diketahui menjelajah beberapa tempat di Nusantara dan mendirikan kerajaan Islam dengan nama yang berbeda-beda. “Dari Panjalu, ia pindah ke Sukabumi dan mendirikan Kerajaan Jampang. Ia mengganti namanya menjadi Sanghyang Jampang Manggung. Kemudian pindah ke Gebang Pandeglang, Banten, dan mengubah namanya menjadi Prabu Sanghyang Gebang. Setelah Gebang besar, ia pindah ke Sumatera mendirikan kerajaan di sana dan kemudian menjelajah hingga ke Siak, kemudian ke Kalimantan,” katanya.
Tak lama di Kalimantan, ia kembali ke Jawa, yaitu ke Cilamaya dan mengganti namanya menjadi Syekh Syaifuloh, terakhir ia tinggal di Gunung Sembung dan mengganti namanya menjadi Syekh Abdul Iman. “Selama masa pengembaraannya, Borosngora selalu mendirikan kerajaan yang bernapaskan Islam sehingga bisa dikatakan tunas kerajaan Islam di nusantara tidak lain berkembang karena jasanya,” tutur Atong.
Desa Wisata
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Barat, Memet Hamdan, mengakui sejarah mengenai Panjalu sangat menarik sehingga minat wisatawan untuk melakukan wisata ziarah ke daerah tersebut sangat tinggi. “Itulah sebabnya saat ini saya canangkan daerah ini sebagai desa wisata sehingga masyarakat umum yang tertarik datang ke Panjalu bisa langsung menginap di rumah penduduk. Ini baik untuk menjalin rasa kekeluargaan, dan meletarikan adat budaya Panjalu di mana sektor pariwisata berjalan seiring dengan kebiasaan desa tersebut, sekaligus menambah pendapatan warga desa,” katanya.
Panjalu memang memiliki daya tarik sendiri di bidang rohani dan kesejarahan, dan danaunya yang indah, Pulau Nusa Gede-nya telah ditetapkan sebagai kawasan cagar alam dan dihuni oleh 10.000 ekor kelelawar, ratusan ekor ular dan berbagai spesies burung serta ikan juga menarik untuk dikunjungi.
Dalam hal event wisata, para pemilik domba adu di Panjalu seringkali menggelar acara adu domba sebagai bagian dari kesenian dan hiburan masyarakat setempat. Kegiatan ini sangat menarik karena domba yang kekar, tampan dan berbulu lebat dipamerkan dan kemudian dipertontonkan kekuatannya di arena adu. Tontonan ini cukup aman karena ada wasit dan penjaga.