2008/02/20

Eastern Earth مشارق الأرض
“…in the Last Days, Islam will rise back from the East”

The Secret of Nusantara (I): Blood of The Prophet
June 11, 2007 by easternearth

Kata ‘Nusantara’, berasal dari kata-kata Mahapatih Kerajaan Majapahit, Gajah Mada, dalam sumpahnya yang terkenal dengan Sumpah Palapa. Bahwa dia tidak akan menikmati kesenangan dunia sebelum seluruh nusantara bersatu. Gajah Mada sendiri adalah sosok yang misterius, tidak diketahui dari mana asal-usulnya, kemudian tampil menjadi orang yang paling berpengaruh dari zaman ke zaman dengan konsep Nusantara-nya dan kemudian menghilang entah ke mana.
Wilayah Nusantara mengacu kepada kepada kawasan kepulauan Asia Tenggara, yang saat ini berada dalam wilayah negara Indonesia, Malaysia dan sekitarnya. Menurut pembagian kawasan dunia, wilayah ini terletak paling timur dalam peta dunia. Orang Eropa menyebut wilayah ini Timur Jauh. Pada abad-abad penjajahan bangsa Eropa, Nusantara biasa disebut Hindia Timur (East Indies). Begitu juga dengan orang Arab dan Timur Tengah, bila dikatakan ‘Timur’ maka dalam maksud lokal bisa bermaksud kawasan di sebelah timur Hijaz (kawasan Mekah dan Madinah), tapi dalam maksud yang lain berarti wilayah di arah timur di luar Jazirah Arab dan Teluk Persia: Nusantara.
Wilayah ini didiami oleh rumpun bangsa Melayu (Jawi). Saat ini terdapat sekitar setengah milyar penduduk mendiami wilayah ini. Dengan 300 juta orang diantaranya beragama Islam, menjadikan rumpun bangsa Melayu adalah bangsa Muslim terbesar di dunia. Bahkan lebih besar dibandingkan seluruh bangsa Arab yang merupakan menjadi bangsa Muslim pertama. Suatu fenomena yang tidak dijumpai pada bangsa manapun di dunia.
Sejarah keislaman Nusantara dan Bangsa Melayu bermula sangat awal sekali. Telah ditemukan beberapa makam Sahabat Nabi Muhammad SAW di Nusantara. Salah satu yang paling terkenal adalah makam Syeikh Rukunuddin di Barus (Fansur), Sumatera Utara. Pada makamnya tertulis bahwa beliau wafat pada tahun 48 H. Tidak diketahui siapa nama Syeikh Rukunuddin sebenarnya, tapi dari tanggal wafatnya kita bisa mengatakan bahwa kemungkinan beliau adalah salah sorang sahabat Nabi Muhammad SAW, yaitu orang yang hidup sezaman dan berjumpa dengan beliau. Para sahabat dan tabiin telah memulai gelombang awal sejarah Islam di Bumi Nusantara.
Pada periode berikutnya, Islam semakin deras mengalir khususnya ke Pulau Sumatera, Jawa, Semenanjung Malaysia, dan Kamboja (Campa). Sekitar abad ke 13 M, banyak cabang-cabang keluarga keturunan Nabi Muhammad SAW (Ahlul Bait) mulai meninggalkan Hadramaut (Yaman) di wilayah selatan Jazirah Arab, terutama setelah serbuan Bangsa Mongol ke Baghdad. Tersebutlah Sayyid Ahmad Jalal Syah yang menjadi gubernur di India Barat. Salah seorang puteranya yang bernama Sayyid Jamaluddin Al Hussein berpindah ke Campa dan kemudian lebih terkenal dengan nama Syeikh Jumadil Kubra.
Seorang putera Syeikh Jumadil Kubra yang bernama Sayyid Ali Nurul Alam mengasaskan berbagai kesultanan di Campa, Semenanjung Malaya, Pattani (Thailand Selatan), Sumatera, Kalimantan dan Brunei (Borneo) serta di kawasan Filipina. Tercatat raja pertama dinasti Islam Campa adalah anak dari Sayyid Ali Nurul Alam, yaitu Raja Wan Bo (Sayid Abdullah ibn Ali Nurul Alam).
Puteranya yang lain adalah Syeikh Ibrahim Al Akbar As Samarkand (Sunan Maulana Malik Ibrahim/ Sunan Maghribi/ Syeikh Asmarakandi). Inilah cikal bakal Wali Songo di tanah Jawa. Dari keluarga Syeikh Asmarakandi lahir Sunan Ampel, Sunan Drajad dan Jaka Tarub yang keturunannya menjadi ulama-ulama dan raja-raja Jawa (Demak, Pajang, Mataram, Cirebon, Banten dst). Keluarga Ahlul Bait ini kemudian dengan cepat membaur dan segera mencorak Nusantara dengan Islam.
Pada waktu itu keluarga ini datang ke Jawa Timur, pusat pemerintahan Majapahit, kerajaan yang mengalami kemunduruan setelah sebelumnya menjadi pemimpin Nusantara. Kehadiran Sunan Ampel diterima dengan baik oleh penguasa Majapahit saat itu. Walaupun Majapahit masih tetat kerajaan Hindu tapi tidak sedikit warganya yang telah memeluk Islam. Bahkan akhirnya Raja Majapahit, Brawijaya V (Bhre Kertabumi) kemudian memeluk Islam. Anak-anaknya dididik langsung oleh Sunan Ampel. Salah satunya adalah Raden Patah (Fatah) yang kemudian menjadi menantu Sunan Ampel dan selanjutnya mengasaskan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa: Kesultanan Demak. Raden Patah menjadi raja Demak dengan gelar Sultan Alam Akbar Al Fatah.
Hampir bersamaan dengan itu, salah seorang ahlul bait keturunan ke-31 dari Sayidina Hussain (cucu Nabi Muhammad SAW) yang lahir dan dibesarkan di daratan Cina, mengadakan ekpedisi pelayaran ke berbagai tempat di dunia, dan secara satah satunya khusus datang ke Nusantara dengan puluhan kapal bersama hampir 30.000 orang anggota armadanya. Inilah satu ekpedisi pelayaran terbesar dalam sejarah. Dia bernama Zheng He, dan lebih terkenal dengan nama Laksamana Ceng Ho. ‘Show force’ Laksamana Ceng Ho dengan armadanya yang luar biasa besar namun membawa misi perdamaian, membantu menstabilkan kondisi politik kerajaan-kerajaan di Nusantara setelah memudarnya kejayaan Majapahit pasca Gajah Mada dan juga membantu memperkenalkan Islam sebagai agama yang damai dan universal. Dengan demikian perkembangan Islam menjadi semakin pesat dan berwibawa.
Maka kemudian datang gelombang Ahlul Bait pada abad ke-18 M. Hal ini juga didorong oleh terjadinya serangan di Hijaz oleh Muhammad ibn Saud (Bani Saud) dan Muhammad ibn Abdul Wahhab yang di kemudian hari lebih banyak disebut sebagai gerakan Wahabi (Wahhabism). Serangan ini didukung oleh Inggris yang berkepentingan untuk menjatuhkan Turki Utsmani dan kemudian memicu konflik antara Turki Utsmani dan dinasti Saud (Ottoman-Saudi War) setelah sebelumnya mengakibatkan terusirnya kalangan Ahlul Bait dari Hijaz. Sebagian ada yang berpindah ke utara dan mendirikan kerajaan Bani Hasyim/Al Hasyimi di Yordania (The Hashemite Kingdom of Jordan) dan sebagian bergerak ke timur menuju Nusantara.
Berbeda dengan para pendahulunya yang telah berbaur dengan ras Melayu, mereka yang datang pada periode ini lebih mudah dikenali secara fisik sebagai sebagai keturunan Arab. Dan umumnya mereka juga mengekalkan marga-marga ahlul bait hingga ke saat ini. Juga lazim dikenal sebagai panggilan Sayyid, Syarif, Habib, Wan, Tok, Tengku dan lain sebagainya.
Inilah salah satu keajaiban bangsa Melayu, darah Rasul telah mengalir dalam darah mereka dan mengalirkan keberkahan tersendiri. Rupanya orang-orang muslim terdahulu, khususnya dari kalangan Ahlul Bait terdahulu dengan sangat serius dan terarah menyiarkan dakwahnya ke Bumi Nusantara. Menjadikan bangsa Melayu menjadi bagian dari keluarga besar Nabi Muhammad SAW, seolah-olah Bumi Nusantara di Timur ini adalah tanah air kedua bagi Islam dan keluarga yang mulia ini. Terlebih setelah mereka terusir dari tanah airnya sendiri. Bahkan ada sumber sejarah yang mengatakan bahwa Mahapatih Gajah Mada, ‘pendiri’ Nusantara yang misterius itu, tidak lain adalah salah seorang muslim dari kalangan Ahlul Bait. Wallahu ‘alam.
“Kami Ahlul Bait telah Allah pilih untuk kami akhirat lebih daripada dunia. Kaum kerabatku akan menerima bencana dan penyingkiran selepasku kelak hingga datanglah Panji-panji Hitam dari Timur. Mereka meminta kebaikan tetapi tidak diberikan. Maka mereka pun berjuang dan memperoleh kejayaan. Siapa di antara kamu atau keturunanmu yang hidup pada masa itu, datangilah Imam dari ahli keluargaku itu walaupun terpaksa merangkak di atas salju. Sesungguhnya, mereka adalah pembawa Panji-panji Al Mahdi. Mereka akan menyerahkannya kepada seorang lelaki dari ahli keluargaku yang namanya seperti namaku, dan nama ayahnya seperti nama ayahku. Dia akan memenuhi dunia ini dengan keadilan dan kesaksamaan..” (H.R. Abu Daud, At-Tarmizi, Al-Hakim, Ibnu Hibban, Ibnu Majah, Abus Syeikh, Ibnu Adi, Abu Dhabi, Ibnu Asakir & Abu Nuaim)
The Secret of Nusantara (II): The Last Stronghold
June 26, 2007 by easternearth
Pada abad ke-11 M dimulailah rangkaian konflik antar pemeluk agama yang dikenal sebagai Perang Salib (Crusade Wars). Diawali dengan perintah Paus (Pope) Urbanus II untuk menguasai Yerusalem yang berada dalam wilayah pemerintahan Islam. Gelombang peperangan terus berlangsung selama berabad-abad kemudian dan tahun meluas ke wilayah-wilayah lain. Konflik yang terjadi dalam Perang Salib sebenarnya tidak hanya melibatkan dua pemeluk agama tersebut karena dalam beberapa seri Perang Salib berikutnya tentara Salib juga terlibat konflik dengan pihak-pihak di luar kaum Muslim yang menjadi lawan utama.
Bagi Crusaders (tentara Salib) dan kaum Muslim, peperangan yang terjadi meninggalkan kesan yang tidak terlupakan pada masing-masing pihak. Bagi orang-orang Eropa, kekalahan pada Perang Salib terhadap Salahuddin Al Ayubi/ Saladin (Ayubbid Empire) dan kemudian terhadap Turki Utsmani (Ottoman Empire) menimbulkan kekecewaan yang mendalam. Hal ini mendorong lahirnya Renaissance Eropa pada abad ke-15. Sistem keagamaan yang dinilai menghambat kemajuan mulai ditinggalkan. Sebagai gantinya mereka mengharapkan pencapaian seperti dominasi Yunani-Romawi sebelum zaman Kristen dengan cara mengembangkan kemajuan-kemajuan yang telah dipelajari sebelumnya dari orang-orang Arab, di antaranya adalah pada pada bidang geografi, teknologi maritim, navigasi dan persenjataan.
Para perintis Renaissance bergerak ke Eropa barat menjauhi pengaruh Turki Utsmani yang telah menguasai Konstantinopel (Constantinople/ Istambul) dan sekaligus menjauhi pusat kekuasaan Kepausan/ Gereja Katholik. Dan ketika Renaissance mencapai puncaknya, orang-orang Portugis dan Spanyol di yang berada di ujung barat Eropa, siap memulai ekspansi ke seluruh dunia, baik dengan motif ekonomi, politik, maupun agama.
Inilah permulaan dari era yang disebut oleh orang-orang Eropa sebagai Age of Discovery. Target pertama adalah India sebagai starting point untuk menjelajahi dunia Timur yang misterius. Orang-orang Spanyol tertarik dengan ide Christopher Columbus menyatakan bahwa berdasarkan perhitungan-perhitungan terhadap diameter Bumi, India dapat dicapai melalui pelayaran ke Barat (Samudera Atlantik) sedangkan orang-orang Portugis meragukan efektivitas pelayaran melalui Atlantik dan tetap berusaha mencapai India dengan mengelilingi Afrika.
Selanjutnya Columbus melakukan ekspedisi menyeberangi Atlantik dan yang mencapai Amerika Tengah (yang pada awalnya dikiranya adalah India) pada tahun 1492. Melihat hasil ekpedisi Colombus, Spanyol (Castile Kingdom) dan Portugal menyepakati perjanjian Tordesillas, yang menyatakan bahwa Spanyol berhak atas ekspansi melalui arah barat (samudera Atlantik) sedangkan Portugal melalui arah timur (Afrika dan Samudera India). Maka Spanyol mengirim Ferdinand Magellan (Fernão de Magalhães) menuju ke barat hingga ia tiba di Filipina. Sedangkan Portugal mengirim Bartolomeu Dias dan Vasco da Gamma untuk membuka jalur mengelilingi Afrika menuju ke India. Dengan perjanjian ini maka Portugal tidak memiliki pesaing dalam dominasi jalur laut Eropa-Afrika-Asia.
Setelah orang-orang Eropa mencapai India maka ekspansi ke Timur dilanjutkan ke wilayah yang mereka baru ketahui keberadaannya. Mereka menyebutnya India Timur (East Indies). Untuk itu, pada awal abad ke-16 M, Raja Portugal, Manuel I, menunjuk seorang panglima Crusaders yang bertugas di Afrika Utara untuk memimpin angkatan laut Portugal melakukan kampanye militer menguasai jalur pelayaran Samudera Hindia dan membuka India Timur. Ia bernama Alfonso de Albuquerque. Dengan pasukannya yang dipimpinnya ia kemudian menguasai Pesisir Timur Afrika, Teluk Persia dan India. Ia kemudian bergerak ke timur dan pada tahun 1511 tiba di Selat Malaka dan seketika itu juga ia menyerang Kesultanan Melaka. Suatu hal yang tidak lazim dilakukan pada kontak pertama antara dua perdaban yang berbeda. Ia kemudian mengambil khazanah kekayaan kerajaan di antaranya adalah 3.000 buah meriam milik Kesultanan Melaka.
Hal ini memiliki beberapa arti sekaligus. Secara ekonomi, hal ini berarti orang-orang Portugis menguasai perdagangan rempah-rempah dan komoditas lain langsung dari sumbernya yaitu Nusantara. Sebelumnya mereka mendapatkan komoditas ini dari perdagangan di Timur Tengah dan ketika terjadi konflik dengan pengasa wilayah ini maka suplai ke Eropa akan terganggu. Secara politik, hal ini meluaskan wilayah kekuasaan Portugis (Portugesse Empire) yang meliputi pesisir barat, selatan dan timur Afrika, teluk Persia, India dan kemudian Selat Malaka. Dan sebagai seorang Crusader, ini merupakan prestasi yang sangat besar mengingat seluruh wilayah yang ia serang adalah wilayah kerajaan-kerajaan Islam. Karena itu, serangan Portugis terhadap Melaka segera mendapat reaksi dari kerajaan Islam lain di Nusantara, terutamanya Kesultanan Demak di Jawa. Peristiwa ini juga menandai mulainya masa penjajahan di Nusantara. Hal ini kemudian diikuti oleh bangsa bangsa Eropa lain.
Pada periode yang bersamaan cahaya Islam yang sebelumnya telah menaungi 3/4 dunia, secara umum mulai memudar. Perlu diketahui bahwa sejak kedatangan Nabi Muhammad SAW hingga ke saat ini, perkembangan Islam dapat dibagi menjadi dua periode. Periode pertama adalah 700 tahun pertama Hijriyah. Dalam periode ini terdapat zaman Salafussoleh, 300 tahun pertama yang disebut oleh Rasulullah sebagai sebaik-baik kurun. Islam menuju mencapai kejayaannya dan menyebar ke suluruh dunia. Kemajuan dalam iman dan ilmu telah menjadikan umat Islam sebagai Pole of Excellent. Pencapaian terakhir periode ini adalah keberhasilan Sultan Muhammad Al Fateh (Mehmed II The Conqueror) menutup sejarah 1500 tahun kekaisaran Romawi dengan menyerahnya ibukota Byzantium/ Romawi Timur, Konstantinopel.
Periode kedua adalah 700 tahun berikutnya. Pada perode ini pengamalan Islam mulai menurun drastis, berbagai perkara mulai hilang satu persatu. Jika sebelumnya kerusakan umat hanya terjadi pada bidang-bidang tertentu maka pada periode ini kemunduran umat Islam terjadi serentak di semua bidang. Dari krisis keimanan, ibadah, akhlak, pemerintahan, kemunduran ilmu hingga hilangnya faktor-faktor keberkatan dan bantuan Tuhan secara khawariqul addah (kejadian luar biasa). Jika ada yang tersisa, tidak lebih dari ritual ibadah harian, mingguan dan tahunan saja.
Namun ternyata pada periode inilah wilayah Nusantara memainkan peranan penting sebagai benteng pertahanan yang kuat bagi umat Islam dan ajaran Islam. Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, bahwa imperialisme Eropa pada abad pertengahan memliki tujuan ekonomi, politik dan agama sekaligus. Lebih dikenal dengan istilah 3G: Gold, God/Gospel, Glory. Namun sungguh ajaib. bangsa Melayu tetap menjadi bangsa Muslim dengan jumlah terbesar dan menyatu walaupun mengalami penjajahan selama hampir empat abad. Berkebalikan dengan apa yang terjadi di kawasan lain, misalnya Spanyol/Andalusia yang telah kehilangan identitasnya sebagai bangsa Muslim atau bangsa Arab yang kini telah terpecah-pecah seolah kembali ke sistem kesukuan (tribal state) zaman jahiliyah (pra Islam). Di Nusantara, Islam terus berkembang pesat dan menjadi pendorong bagi berbagai perlawanan terhadap penjajah. Sebagai contoh adalah Perlawanan Pangeran Diponegoro yang perlawanan terberat yang dihadapi Belanda. Pangeran Diponegoro adalah putra raja Jawa, Sultan Hamengkubuwono III, yang menolak menjadi putra mahkota dan kemudian menjadi ulama tarekat Naqsyabandiyah. Begitu juga dengan berbagai ulama di daerah lain. Perlawanan-perlawanan mereka yang didorong motivasi spiritual untuk membela kebenaran dan bukan kepentingan diri atau kelompok semata, selalu menjadi ancaman no.1 terhadap penjajah.
Tidak hanya berperan besar dalam menghadapi ancaman langsung dari luar berupa penjajahan dan berbagai interfensi asing, namun juga berperan besar dalam menghadapi berbagai pergolakan di antara umat Islam sendiri hasil campur tangan pihak asing. Di antaranya adalah konflik politik dan madzhab yang terjadi pada abad ke-18 di Hijaz yang membawa dampak ke seluruh dunia Islam. Karena antara mazdhab baru yang mendapat dukungan pemerintahan baru di Makkah dan Madinah, dengan madzhab-madzhab klasik yang telah mapan terdapat perbedaan tidak hanya pada perkara furu’ (cabang)yaitu fiqh syariat, namun juga dalam beberapa perkara pokok aqidah/ iman, maka mayoritas ulama di seluruh dunia menolak kehadiran madzhab baru ini. Di Nusantara, pada tahun 1926, para ulama yang dipimpin oleh Syeikh Hasyim Asy’ari mendeklarasikan berdirinya Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) yang dengan tegas mempertahankan pengamalan keempat madzhab fiqh yang telah ada (madzhab Imam Maliki, Imam Hanafi, Imam Syafi’i dan Imam Hambali) berserta pegangan aqidah atau keimanannya: Ahlus Sunnah wal Jamaah. Dengan 45 juta pendukungnya saat ini, Nahdatul Ulama (NU) adalah organisasi Islam terbesar di dunia.
Perbagai peristiwa telah terjadi sepanjang sejarah Islam di Bumi Nusantara. Hingga ke saat ini, dapat kita saksikan bahwa saat ini semangat pengamalan ajaran Islam di kawasan Asia Tenggara oleh rumpun bangsa Melayu terlihat paling kuat dibandingan dengan kawasan lain di dunia termasuk di Timur Tengah atau bahkan kedua kota suci Makkah dan Madinah. Fenomena ini mulai tampak jelas sejak memasuki kurun (abad) baru yaitu tahun 1400 H (1979 M) terutama di Malaysia, juga Indonesia. Walaupun tiada henti mendapat tantangan dari luar secara aqidah, pemikiran, budaya, politik, ekonomi dan sebagainya namun kemudian pengamalan Islam sepanjang awal kurun Hijriyah ini terus berkembang dengan pasti.
Sejarah telah mencatat bahwa bara api Islam telah menyala dan tetap terus membara dalam dekapan bangsa Melayu di Bumi Nusantara selama 700 tahun. Selama 700 tahun itu pula wilayah Nusantara menjadi incaran berbagai pihak untuk ditundukkan dan dikuasai. Namun bangsa Melayu tetap bertahan sebagai bangsa Muslim dengan jumlah dan potensi yang begitu besar untuk mengkuti jejak bangsa-bangsa muslim lain yang sebelumnya telah satu per satu tampil ke depan pentas dunia untuk memimpin langsung peradaban Islam. Bangsa Melayu adalah satu-satunya bangsa muslim yang belum mendapatkan gilirannya. Dan sekaranglah saatnya, giliran Timur untuk membuka dan memimpin periode Islam selanjutnya sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW:
“Telah berlaku zaman Kenabian ke atas kamu. Maka berlakulah zaman itu seperti yang Allah kehendaki kemudian Allah pun mengangkat zaman itu seperti yang Dia kehendaki.
Kemudian berlakulah zaman Kekhalifahan yang berjalan menurut cara zaman Kenabian. Maka berlakulah zaman itu seperti yang dikehendaki oleh Allah. Kemudian diangkat-Nya apabila Dia berkehendak mengangkatnya.
Kemudian berlakulah pula zaman pemerintahan yang menggigit. Maka berlakulah zaman itu seperti yang dikehendaki oleh Allah berlakunya. Kemudian Dia mengangkatnya seperti yang Dia kehendaki.
Kemudian berlakulah zaman pemerintah yang zalim. Maka berlakulah zaman itu seperti yang Allah kehendaki ia berlaku. Kemudian Dia mengangkatnya apabila Dia menghendaki.
Kemudian berlakulah zaman Kekhalifahan yang berlaku menurut cara zaman Kenabian..”
(Hadits riwayat Imam Ahmad - Kitab Musnad Imam Ahmad ibn Hambal)
Walisongo: Kaitan Empayar Chermin dengan Tanah Jawa
Peranan Kelantan (Kerajaan Langkasuka) sebagai pusat Majapahit Barat (atas deklarasi Mahapatih Gadjah Mada setelah Majapahit mengalahkan Siam pada tahun 1357) yang kemudian berkembang menjadi Empayar Chermin banyak memberi sumbangan terhadap perkembangan Islam di Nusantara.
Empayar Chermin adalah koalisi sementara antara Kerajaan Langkasuka dengan Kerajaan Champa (Vietnam) dan Kerajaan Samudera-Pasai (Aceh) yang dibentuk selepas tahun 1335 oleh Raja Langkasuka-Kelantan ketika itu yang bernama Raja Bharubhasa atau dikenali sebagai Sultan Mahmud Syah setelah memeluk Islam melalui ulama dari Pasai.
Saiyid Hussein Jamadil Kubra dari keturunan Saiyid al-Alawiyah (bertemu hingga kepada Saiyidina Hussein cucu Rasulullah s.a.w.) anak dari bekas seorang gabenor kepada Sultan Muhammad Tugluq (Kesultanan Delhi) yang kemudian berkuasa di wilayah Deccan (India Selatan), telah sampai di Kelantan kira-kira pada tahun 1349 besama adiknya Saiyid Thana'uddin atau Syeikh Saman (anak murid kepada Ibnu Hajar).
Sepanjang misi dakwahnya Saiyid Hussein sempat mengawini tiga puteri keluarga Diraja Empayar Chermin yang ketika itu, ibu kotanya bernama 'Jeddah' terletak 3 batu dari Bukit Panau, Kelantan Darul Naim. Jeddah bermaksud permata.
Dari isteri Saiyid Hussein Jamadil Kubra yang pertama, Puteri Linang Cahaya (adik kepada Cik Wan Kembang) dia mendapat dua orang anak, yang lelaki bernama Maulana Malik Ibrahim (pelopor Wali Songo) dan yang perempuan bernama Siti Aisyah.
Perkahwinan Saiyid Hussein Jamadil Kubra dengan Ramawati puteri kepada Raja Champa, Sultan Zainol Abidin (Ce Bo Nga) dan Permaisuri Siti Zubaidah pula melahirkan generasi yang tersenarai di dalam kumpulan Wali Songo dari titisan anak mereka, Ibrahim Asmaro.
Sewaktu umurnya hampir 80 tahun Saiyid Hussein telah dipertemukan jodoh dengan Puteri Selindong Bulan atau Siti Syahirah iaitu cucu saudara kepada isterinya yang pertama, Puteri Linang Cahaya dan beroleh seorang anak lelaki bernama Ali Nurul Alam yang kemudiannya nanti menjadi Perdana Menteri Majapahit II di Kelantan bergelar Patih Aria Gajah yang dikaitkan dengan beberapa peristiwa dengan Laksamana Hang Tuah. (Di Patani, Ali Nurul Alam terkenal dengan nama Sultan Qunbul setelah dilantik menjadi sultan di Patani Darussalam)

Syarif Muhammad Kebungsuan adalah anaknya yang bungsu dari isterinya yang ke empat (keluarga Diraja Johor) yang kemudian terkenal sebagai pembangun Kesultanan Mindanao/Sulu (Filipina), sementara salah seorang dari abangnya menjadi Sultan Borneo yang ke-3 bergelar Sultan Berkat, moyang raja-raja Brunei sekarang.
Ke empat-empat isteri yang dikahwini Saiyid Hussein Jamadil Kubra itu ialah selepas tiap-tiap seorang daripadanya meninggal dunia.
Pada awal abad ke-14 Ibrahim Asmaro dihantar oleh ayahnya Saiyid Hussein Jamadil Kubra ke Tanah Jawa membantu serta menyambung usaha-usaha dakwah abangnya Maulana Malik Ibrahim yang meninggal dunia pada tahun 1419 dan dimakamkan di Gerisek, Tuban.
Turut serta ialah dua orang anak Ibrahim Asmaro, iaitu Maulana Tahmatullah dan Maulana Ishak meninggalkan Champa dan kemudiannya berhijrah ke Patani Darussalam.
Mungkin inilah pelayaran wali-wali dari Champa yang dikaitkan atau mempunyai hubungan dengan pembinaan Masjid Kampung Laut di Kelantan. Masjid Kampung Laut adalah masjid yang tertua di Kelantan dan rekabentuk atapnya menyerupai rekabentuk atap Masjid Agung Demak.

Melalui firasat Saiyid Thana'uddin yang menjadi guru kepada cucu saudaranya Sunan Bonang dan Sunan Giri (juga guru kepada Laksamana Hang Tuah yang terkenal dengan gelaran Sang Adi Putra), Masjid Kampung Laut, Kelantan telah diramal akan mencetuskan kebangkitan Islam di NusantaraRaja Empayar Chermin, Sultan Baki Syah ibni al-Marhum Sultan Mahmud Syah telah menyusul bersama satu rombongan keluarga Diraja Kelantan menemui Bentara Majapahit Hayam Wuruk untuk memperbetulkan amalan Islam yang sudah bercampur baur dengan agama Buddha Shiva setelah Hayam Wuruk berkahwin dengan anak saudaranya Bidarawati (puteri Raja Champa). Beberapa orang mubaligh yang dibawanya kemudian meninggal dunia dan dimakamkan di Leran.Sebagai membuka tirai dakwah Islam di Tanah Jawa, Maulana Malik Ibrahim muncul sebagai perintis atau pelopor yang memberi laluan kepada wali-wali yang datang kemudiannya. Dengan tidak ada perbezaan kasta dan darjat seruan dakwahnya lebih disenangi di kalangan kasta-kasta Vaisya dan Sudras. Banyaklah kalangan mereka yang datang untuk mendapat pengajian selok-belok mengenai agama Islam.
Kehilangan Maulana Malik Ibrahim diganti oleh anak saudaranya, Maulana Rahmatullah yang memakai gelaran Sunan Ampel. Jika Maulana Malik Ibrahim dianggap sebagai pencipta pondok (pesantren) yang pertama maka Maulana Rahmatullah adalah perancang negara Islam yang pertama di Tanah Jawa.
Maulana Ishak yang banyak membantu abangnya Sunan Ampel tidak ketinggalan meninggalkan jasanya. Daerah Balambangan hampir dibawanya tunduk di bawah Islam kalau tidak kerana perancangan mertuanya Raja Menak Sembayu yang bertekad hendak membunuhnya. Beliau akhirnya berhijrah ke Pasai (Aceh) dan Melaka merupakan destinasi yang terakhirnya.
Anaknya Raden Paku (Sunan Giri) telah membangunkan Giri sebagai pasak yang membawa tertegaknya Kerajaan Islam Demak. Sebagai markas gerakan dakwah yang pertama di Jawa, Giri juga memperlengkapkan gerakan mujahid yang tidak ada tolok bandingnya di samping mubaligh-mubaligh yang berkerja keras menyatukan Pulau Madura, Bawaen, Kangean, Ternate dan Maluku di bawah panji-panji Islam.
Walaupun kedatangan Raja Kemas Jiwa atau Sang Ajit Jaya Ningrat (putra kedua kepada Raja Chermin, Sultan Baki Syah) ke Jawa hanya semata-mata bermotifkan politik tetapi melalui ikatan perkahwinannya dengan Puteri Suhita (cucu Hayam Waruk), dia telah melembutkan hati Ratu Majapahit itu untuk menyerahkan Ampeldenta dan Gerisek menjadi sebahagian daripada wilayah Giri. Raja Kemas Jiwa memakai gelaran Sultan Iskander Syah Nenggiri apabila ditabalkan menjadi Sultan Kelantan setelah kematian abangnya Sultan Sadik Muhammad Maulana Nenggiri.
Semasa Sultan Iskander Syah Nenggiri menjadi Raja Kelantan dan bergelar Bentara Majapahit pada 1432 Masihi, baginda telah mengisytiharkan negeri Kelantan sebagai Majapahit II. Sampai ke hari ini keris kedaulatan negeri Kelantan dipanggil Keris Majapahit. Kerajaan Kelantan-Majapahit II ini lenyap setelah diserang oleh Empayar Melaka (dibawah Sultan Mahmud) pada tahun 1490 setelah Majapahit II lemah akibat peperangan dengan Siam sebelumnya.
Satu kejutan yang telah berlaku sehingga memutuskan nadi Kerajaan Hindu-Majapahit apabila Demak muncul sebagai Kerajaan Islam yang dicita-citakan. Desa Glagah Wangi bertukar wajah, Bintoro Demak mewujudkan ketandaan 'rahmat' apabila Raden Patah menjadi pemerintah bergelar Sultan Sri (Syah) Alam Akbar al-Fatah.
Penyebaran Islam di Jawa Tengah sebelah selatan, daerah yang sekarang dinamakan Surakarta dan Yogyakarta diterokai oleh seorang anak murid Sunan Kalijaga, Kiai Ageng Pandanarang atau disebut Sunan Tembayat.
Pemilihan Sunan Tembayat sebagai menggantikan tempat Syeik Siti Jenar (yang menerima hukuman bunuh oleh wali-wali kerana mendedahkan rahsia-rahsia ketuhanan) pada mulanya diragui oleh persidangan para wali kerana bekas Bupati Semarang ini ialah seorang yang kehidupannya dikelilingi kemewahan dunia malah tidak mempercayai Tuhan, tetapi kemudiannya menjadi seorang yang cukup patuh kepada ajaran agama Islam dan sangat alim.
Melalui anak-anak Ali Nurul Alam (Perdana Menteri Kelantan-Majapahit II) iaitu Wan Husein, Wan Bo dan Wan Demali, Kelantan sekali lagi telah meyumbangkan mubaligh-mubalighnya di dalam menyambung tugas-tugas Maulana Malik Ibrahim (bapa saudara mereka) dan membantu Sunan Ampel (sepupu mereka) di Gerisek dan Maulana Ishak di Pasai (Aceh).
Wan Husein dihantar ke Pulau Madura. Wan Bo ke Pasai (Aceh) dan Wan Demali ke kawasan Johor-Riau (Pulau Bentan). Dari sinilah Wan Demali mendapat jolokan Raja Laksamana Bentan.
Generasi Wan Bo (Syarif Abdullah) telah berjaya menegakkan dua buah Kerajaan Islam Banten dan Ceribon di mana anaknya Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati telah dapat menyempurnakan cita-cita datuknya Saiyid Hussein Jamadil Kubra.
Kejayaan para wali dalam perjuangan dakwah mereka mencapai tahap yang gilang gemilang di mana Indonesia lahir sebagai negara yang majoritinya beragama Islam.
Turut mendukung di atas kejayaan ini ialah Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kudud dan Sunan Muria yang disenaraikan dalam kumpulan 'Wali Songo' manakala Sunan Prowoto, Sunan Dalem, Syeikh Sutabris (salah seorang guru Sunan Kalijaga) dan lain-lain lagi merupakan watak-watak sampingan yang peranan mereka juga tidak boleh dianggap sepi.
Dengan ini dapatlah disimpulkan bahawa peranan Champa dan Pantai Timur Semenanjung Tanah Melayu (Kelantan-Patani) dianggap begitu penting dalam penyebaran Islam di Nusantara khususnya di Indonesia.

Tidak ada komentar: