2008/02/20

assab'ul-matsani dan empat wali qutub

Suatu ketika Rasulullah saw. mengadu kepada Tuhan: “Aku akan meninggalkan dunia ini, Aku akan meninggalkan umatku. Siapakah yang akan menuntun mereka setelahku? Bagaimana nasib mereka sesudahku?”, Allah lalu menurunkan firman-Nya :

" وآتيناك سبعا من المثاني والقرآن العظيم "

Jangan khawatir, Aku telah mengaruniakanmu Assab’ul-matsani dan al-Qur’an yang agung. Dengan keduanya maka umat islam sesudahmu akan selamat dari kesesatan (bila mereka berpegang kepadanya).

Assab’ul-matsani dan al-Qur’an, dua pegangan yang menyelamatkan kita dari kesesatan, dua perkara yang telah membuat Rasul tenang meninggalkan umat. Apakah Assab’ul-matsani itu? dan apakah al-Qur’an itu? Mungkin semua kita tahu apa itu al-Qur’an, sebuah kitab suci yang mengandung tuntunan-tuntunan Tuhan kepada para hamba-Nya, yang tentunya bila diamalkan dengan baik maka selamatlah kita.

Namun tentunya Qur’an saja tidak akan cukup? Lalu bagaimana dengan Assab’ul-matsani? apakah semua kita mengetahuinya? dan sudahkah kita mengamalkannya atau berpegang kepadanya? Dan mengapa Assab’ul-matsani menempati posisi pertama sebelum al-Qur’an? sedikit tidak itu menunjukkan bahwa Assab’ul-matsani merupakan pegangan yang sangat urgen, yang tanpanya keisalaman seseorang menjadi samar dan diragukan.

Ironinya, para ahli tafsir berbeda pendapat dalam menafsirkan firman-Nya “Sab’an minal-matsani”. Ada yang mengatakan bahwa Assab’ul-matsani itu adalah surat Fatihah dengan alasan karena surat Fatihah adalah induknya al-Qur’an dan secara kebetulan jumlah ayatnya pun tujuh ayat.

Ada pula yang menafsirkannya dengan tujuh surat terpanjang dalam al-Qur’an, yaitu: Surat-surat Baqarah, Ali Imran. Annisa’, al-Ma’idah, al-An’am, al-A’raf dan al-Anfal (bersama Attaubah).

Ada yang berpendapat bahwa Assab’ul-matsani adalah al-Qur’an itu sendiri.

Dan masih banyak lagi penafsiran lain tentang apa itu Assab’ul-matsani. Sebagaimana mereka juga berbeda pendapat tentang; kapan malam Lailatul-qadr, apa itu Ism a’zam, apa itu Shalat wustha, kapan waktunya Sa’atul-ijabah, siapa itu wali Allah, apa itu Kaba’ir, dan lain sebagainya. Agaknya para ulama’ memang tak pernah lepas dari perbedaan. Apapun sebabnya, kita tetap meyakini adanya hikmah yang tersirat. Dan apapun faktanya, kita tetap harus mencari yang benar lalu menerimanya dan juga membelanya. Yang salah, kita maafkan bersama, mungkin saja bukan rizki mereka. Yang berijtihad dengan baik dan benar, tetap akan dapat pahala. Sementara mereka yang menjadikan hawa nafsu sebagai alat penafsir utama, tanpa landasan ilahi yang bisa diterima “Wa man lam yaj’alillahu lahu nuran fama lahu min nur”, maka laknat sudah menyelimuti mereka. Belum mendapat nur dan restu dari Allah, sudah seenak-enaknya menafsirkan firman Allah.

Bila kita teliti dengan seksama, kita akan melihat sejumlah penafsiran di atas ternyata belum mampu memberikan sebuah kepuasan, sebab walau tampak berbeda namun sebetulnya sama dan tak berbeda, semuanya menisbatkan Assab’ul-matsani itu kepada al-Qur’an itu sendiri, baik itu surat Fatihah, tujuh surat terpanjang maupun yang lainnya, semua itu adalah al-Qur’an (bagian dari al-Qur’an). Sebuah tanda tanya yang harus terungkap adalah: Bukankah Allah swt. telah menyebutkan “Aku telah mengaruniakanmu Assab’ul-matsani dan al-Qur’an yang agung”? bila Allah telah menyebut al-Qur’an setelah Assab’ul-matsani maka sudah tentu Assab’ul-matsani adalah perkara lain selain al-Qur’an. Tidakkah kita menyadari hal itu?

Bila Assab’ul-matsani adalah surat Fatihah, bukankah surat Fatihah merupakan bagian dari al-Qur’an itu sendiri? bukankah Allah telah menyebut al-Qur’an sesudahnya “wal-Qur’an al-azim”? yang mana surat Fatihah sudah terkandung di dalamnya? Ataukah surat Fatihah itu bukan bagian dari al-Qur’an?

Apabila Assab’ul-matsani itu adalah al-Qur’an atau sebagian dari isi al-Qur’an, tidakkah cukup Allah mengatakan: Aku telah memberimu al-Qur’an (saja, tanpa menyebut Assab’ul-matsani)? bukankah al-Qur’an telah mencakup semua surat-suratnya termasuk Fatihah dan tujuh surat terpanjang?

Lalu mengapa Assab’ul-matsani disebutkan oleh Allah? Walhasil, Assab’ul-matsani adalah perakra lain selain al-Qur’an. Bukan al-Qur’an, bukan pula beberapa surat atau ayatnya. Kalau anda masih bersikeras mengatakan Assab’ul-matsani itu adalah surat Fatihah, maka anda telah berani memisahkannya dari al-Qur’an! dan anda telah menodai kemukjizatan firman-Nya yang terlepas dari segala kecacatan, bahasa dan sastranya.

“Sab’an minal-matsani” terdiri dari tiga kata; Sab’an, Min dan al-Matsani. Sab’an berarti tujuh. Min berarti dari. Sementara al-Matsani adalah bentuk jama’ dari Matsna yang artinya dua-dua. Dengan demikian maka Matsani berarti empat-empat (berkelompok-kelompok, setiap kelompok terdiri dari empat).

Kelompok-kelompok itu amat banyak, namun Allah hanya menyebutkan / mengutus tujuh kelompok saja dari kelompok-kelompok itu (sebagai pemimpin matsani yang lain) “Sab’an minal-matsani”; Tujuh kelompok dari kelompok-kelompok al-Matsani.

Tujuh kelompok itulah yang disebut dan dimaksud dengan Assab’ul-matsani, yang mana setiap kelompok terdiri dari empat orang.

Tujuh kelompok itulah yang bertugas melayani Rasul dan umat sejak awal penciptaan sampai kiamat menjelang.

Tujuh kelompok itulah yang akan menunjuki umat ke jalan yang benar.

Tujuh kelompok itulah yang akan membimbing umat dalam mengamalkan al-Qur’an.

Tujuh kelompok itulah yang akan meneruskan dan mewarisi perjuangan Rasul saw.

Tujuh kelompok itulah yang akan melayani sandal Rasul saw. demi menjunjung tinggi siyadah beliau.

Tujuh kelompok itulah yang bila diikuti, dipegang dan ditaati umat maka selamatlah mereka dari kesesatan.

Tujuh kelompok itulah pelayan-pelayan Rasul dan umat sampai hari kiamat (maupun sesudahnya).

Allah berfirman: “Wa atainaka sab’an minal-matsani wal-Qur’anal-azim”; Aku telah mengutus demi kamu hai Muhammad tujuh kelompok matsani yang akan melayanimu dan melayani umatmu, Akupun telah menurunkan al-Qur’an agar menjadi pegangan kedua bagi umatmu.

Mengapa al-Qur’an dinomorduakan oleh Allah swt.? Jawabannya adalah karena seorang penunjuk lebih diutamakan dari pada sebuah buku petunjuk. Allah swt. berfirman:

" قد جاءكم من الله نور وكتاب مبين "

Telah datang kepadamu: (1) seorang Rasul, dan (2) al-Qur’an. Maka Rasul itu lebih penting dari pada al-Qur’an, sebab al-Qur’an (buku petunjuk) tidak akan difahami dengan benar tanpa Rasul (seorang penunjuk).

Allah swt. juga berfirman:

" فالذين آمنوا به وعزروه ونصروه واتبعوا النور الذي أنزل معه أولئك هم المفلحون "

Orang-orang yang beruntung adalah apabila mereka: (1) beriman kepada Nabi Muhammad, (2) memuliakannya (3) membelanya, kemudian (4) mengikuti kitab suci yang dibawanya. Maka haruslah kita mencari seorang penunjuk, kemudian mencintainya, menghormatinya, membelanya, mengagung-agungkannya dan mentaatinya, setelah itu barulah kita mengikuti buku petunjuk yang ia bawa.

Dari itulah Allah swt. mendahulukan Assab’ul-matsani sebelum al-Qur’an. Bukan karena al-Qur’an itu tidak penting, melainkan karena tanpa seorang penerang dan penunjuk maka al-Qur’an tak dapat difahami dengan benar dan tak dapat diamalkan dengan baik.

Lalu… siapakah Assab’ul-matsani itu? siapa saja kelompok-kelompok itu?

Maulana Syekh Mukhtar ra. menyebutkan bahwasanya tujuh kelompok (Assab’ul-matsani) tersebut adalah sebagai berikut :

1. Empat pemimpin para mala’ikat Kurubiyyin / Alin / Haffin hawlal-arsy.

2. Empat pemimpin para mala’ikat Falakiyyin : Jibril, Mika’il, Israfil dan Izra’il Alaihimussalam.

3. Empat pemimpin para nabi dan rasul yang disebut dengan Ulul-azmi : Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa dan Nabi Isa Alaihimussalam.

4. Empat Pemimpin para sahabat Rasul yang disebut dengan Khulafa’ rasyidin : Saidina Abu Bakr, Saidina Umar bin Khaththab, Saidina Utsman bin Affan dan Saidina Ali bin Abi Thalib Radliallahu anhum ajma’in.

5. Empat pemimpin para penulis wahyu (al-Qur’an) yang disebut dengan al-Abadilah / Abadilatul-Qur’an : Saidina Abdullah bin Umar, Saidina Abdullah bin Azzubair, Saidina Abdullah bin Mas’ud dan Sadina Abdullah bin Abbas Radliallahu anhum ajma’in.

6. Empat pemimpin para imam syari’at (mazhab fiqh) yang disebut dengan al-A’immah al-Arba’ah / A’immatul-mazahibil-arba’ah : Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris Asysyafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal Radliallahu anhum ajma’in.

7. Empat pemimpin para imam tarekat (tasawuf), pemimpin para auliya’ullah yang disebut dengan al-Aqthab al-Arba’ah (empat wali kutub) / A’immatuththariqah wal-haqiqah : Syekh Ahmad Arrifa’i, Syekh Abdul-Qadir al-Jailani, Syekh Ahmad al-Badawi dan Syekh Ibrahim Addusuqi Radliallahu anhum ajma’in.

Tujuh kelompok di atas-lah Assab’ul-matsani itu, yang memimpin semua matsani yang lain, yang semuanya berjumlah 28 orang sebanyak huruf-huruf dalam bahasa arab.

Ketujuh kelompok itu dipimpin oleh tiga penguasa tertinggi yaitu: Imam al-Hasan, Imam al-Husain dan Imam al-Mahdi Radliallahu anhum.

Allah swt. berfirman: “Ha Mim, Ain Sin Qaf”. Ha Mim telah diulang dalam al-Qur’an sebanyak tujuh kali yang mana hal tersebut mengisyaratkan kepada Assab’ul-matsani di atas, sedangkan Ain Sin Qaf hanya disebut satu kali saja dalam al-Qur’an, yang mana ketiga huruf itu mengisyaratkan kepada tiga pemimpin Assab’ul-matsani (Imam al-Hasan, Imam al-Husain dan Imam al-Mahdi Radiallahu anhum ajma’in).

Sementara pemimpin tertinggi (Ra’is Akbar) yang mengepalai dan mengasuh mereka semua adalah: Rasulullah wa Habibullah Sayyiduna wa Maulana Muhamamd Shallallahu alaihi wa sallam.

Dalam sebuah hadits Rasul menyebutkan bahwa Assab’ul-matsani itu adalah surat Fatihah. Itu benar, namun yang dimaksud oleh hadits tersebut adalah bahwasanya Assab’ul-matsani (tujuh kelompok) itu telah diisyaratkan oleh salah satu ayat dalam surat Fatihah, tepatnya pada firman-Nya :

" اهدنا الصراط المستقيم صراط الذين أنعمت عليهم "

Ya Allah, tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang Engkau karuniai nikmat. Mereka itulah Assba’ul-matsani, sebagaimana firman Allah :

" الذين أنعم الله عليهم من النبيين والصديقين والشهداء والصالحين وحسن أولئك رفيقا "

Orang-orang yang dikaruniai nikmat oleh Allah adalah: Para nabi, para shiddiqin, para syuhada’ dan orang-orang shalih, mereka itulah sebaik-baik teman. Mereka itulah Assab’ul-matsani.

Di antara makna lain dari kata Matsani adalah : bentuk jama’ dari Matsniyyah yang artinya: besi yang dibengkokkan. Itu mengisyaratkan bahwa Assab’ul-matsani adalah orang-orang atau kelompok-kelompok yang telah sampai kepada Allah swt. lalu dikembalikan oleh-Nya ke bumi untuk membimbing umat kepada-Nya.

Kata Matsani juga berasal kata dari Tsana’ yang artinya pujian, tentunya tujuh kelompok di atas telah mendapat pujian suci dari Tuhan mereka, Allah Subhanahu wata’ala.

Di antara tujuh kelompok di atas, nampaknya kelompok terakhir-lah yang cukup asing bagi umat. Para mala’ikat kurubyyin, mala’ikat falakiyyin, nabi ulul-azmi, khulafa’ rasyidin, empat abadilah dan imam mazhab empat… sudah cukup populer. Sedangkan empat wali kutub tertinggi yang mengepalai semua auliya’ Allah di muka bumi ini dan mengimami tarekat dan hakekat sampai muncul Imam al-Mahdi, tidak begitu banyak diketahui atau dikenal orang. Mungkin saja karena salah satu ciri khas para wali adalah: tersembunyi. Namun walau demikian mereka cukup masyhur di kalangan orang-orang yang telah mendapatkan petunjuk Allah, yakni mereka para pecinta tasawuf dan pengikut tarekat. Mereka adalah pecinta Rasul dan Ahlul-bait.

Oleh karena itu, dalam hal ini penulis ingin mengutip perkataan Syekh Abul-Huda Ashshayyadi ra. dalam kitabnya Qiladatul-Jawahir yang berbunyi sebagai berikut :

قد اشتهر في المشرق والمغرب بين المسلمين شأن الأربعة الأقطاب المعظمين، أعني شيخنا ومفزعنا السيد أحمد الكبير الحسيني الرفاعي، وسيدنا السيد الشيخ عبد القادر الجيلاني الحسني، وسيدنا السيد الشيخ أحمد البدوي الحسيني، وسيدنا السيد الشيخ إبراهيم الدسوقي الحسيني . فهؤلاء الأربعة بلا ريب خلاصة بقية السلف، وأئمة جميع الخلف، وأعلام الأولياء، وأولياء الصلحاء، وأشياخ الخرقة والطريقة، وأقطاب الطريقة والحقيقة . ثبتت لدى المسلمين غوثيتهم وولايتهم، ووجبت عند الموحدين حرمتهم ورعايتهم، وهم رضي الله عنهم بمنزلة واحدة في النسب والمرتبة، إلا أن الأقوال تنوعت فيهم وفي مشاربهم وأحوالهم ومذاهبهم، وقد وفق الله لكل واحد منهم من أتباعه من جمع آثاره وذكر أخلاقه وأطواره

Beliau juga telah membuat sebuah nazam (sya’ir) tentang empat wali kutub, bunyinya :

والأوليا اذكرهم بخير أنهم # تبعوا الرسول بصحبة الآدابِ

خدموا شريعته وما اتبعوا الهوى # متمسكين بأشرف الأسبابِ

صحت ولايتهم بشاهد حالهم # فعلوا وصاروا وجهة الطلابِ

لهم الكرامات التي ظهرت بنا # كالشمس ما حجبت ببرد سحابِ

شهدت بها مذ شوهدت أهل الملا # وهي اختصاص الواهب السلابِ

ظهروا ببرهان الرسول تسلسلا # حتى لعهد الأربع الأقطابِ

ابن الرفاعي ثم عبد القادر الـ # ـجبلي وإبراهيم والعطابِ

قال الرفاعيون أحمد شيخنا # سلك الطريق بدق أنجح بابِ

ورأى الخضوع طريقة وحقيقة # تقضي بترك الزهور والإعجابِ

وسرى على سنن الحبيب ملازما # أحواله في السلب والإيجابِ

فلذاك قدمناه تقديما به # قام الدليل لنا بلا إسهابِ

والقادرية ثم فرقة أحمد آل # بدوي كل قال ذاك جوابِي

وكذاك أتباع الدسوقي ثم من # ينمى لغير طريقة ورحابِ

جزموا بصدق الأتباع لشيخهم # فراوه أعلا الأوليا الأنجابِ

فإذا توضحت الحقائق للذي # يدري بغير مسائل وجوابِ

ما كان من قول وفعل وارد # عن شيخ إرشاد رفيع جنابِ

زنه بميزان الشريعة واعتمد # في الأمر نص المصطفى الأوابِ

واعمل لحسن الظن بالتأويل في # ما دق من شطح لسد البابِ

وإذا نأى التأويل فانكر نسبة الـ # ـمنقول واحفظ حرمة الأحبابِ

واسلك طريق الهاشمي محمد # فسواه مردود بكل كتابِ

صلى عليه الله ما لمع الضحى # والآل والأزواج والأصحابِ

Masing-masing dari empat wali kutub itu mendirikan sebuah tarekat ra’isi (induk) yang memimpin semua tarekat sufi yang lain, Syekh Ahmad Arrifa’i ra. mendirikan Tarekat Rifa’iah, Syekh Abdul-Qadir al-Jailani ra. mendirikan Tarekat Qadiriah, Syekh Ahmad al-Badawi ra. mendirikan Tarekat Ahmadiah, dan Syekh Ibrahim Addusuqi ra. mendirikan Tarekat Burhamiah. Empat tarekat sufi tersebut lahir dari dua tarekat ibu-bapak yakni Tarekat Naqsyabandiah dan Tarekat Khalwatiah. Kedua tarekat ibu-bapak itu bersumber dari Saidina Abu Bakr ra. dan Saidina Ali ra. yang kemudian digabung oleh Imam al-Junaid ra. lalu bercabang lagi menjadi empat tarekat induk yang dipimpin oleh empat wali kutub. Pada zaman sekarang ini semua tarekat sufi yang ada mesti melalui salah satu dari empat wali kutub atau semuanya dalam silsilah terekat masing-masing, kalau tidak, maka tarekat tersebut masih diragukan keabsahannya.

Untuk mengenal lebih jauh empat wali kutub masyhur di atas maka pembaca boleh menelaah kitab-kitab di bawah ini :

1. Qiladatul-Jawahir fi Dzikril-Gautsirrifa'i wa Atba'ihil-Akabir oleh Syekh Abul-Huda Ashshayyadi ra.

2. Al-Ayatuzzahirah fi Manaqibil-Auliya' wal-Aqthabil-Arba'ah oleh Syekh Mahmud al-Ghirbawi.

3. Farhatul-Ahbab fi Akhbaril-Arba'atil-Aqthab oleh Syekh Muhammad bin Hasan al-Khalidi ra.

4. dan lain-lain.

Berbicara so’al tugas para wali kutub tertinggi itu, kita dapat melihat peran-peran para imam mazhab yang empat dalam membimbing umat dalam hal syari’at. Oleh karena islam terdiri dari tiga martabat; islam, iman dan ihsan, maka para imam mazhab bertugas untuk memperbaharui dan mempermudah urusan syari’at umat (islam) yang kemudian para wali kutub bertugas untuk memperbaharui dan mempermudah perjalanan spiritual / tarekat umat (iman), yang akhirnya dengan kemantapan dua martabat itu hamba dengan mudah mencapai hakekat (ihsan). Syari’at dan tarekat tidaklah berbeda atau saling bertentangan, melainkan ia merupakan tangga-tangga yang harus dilalui oleh setiap hamba secara bertahap demi meraih derajat yang mulia di sisi Allah dan demi sebuah kesempurnaan dalam pengabdian kepada-Nya (kamalul-iman). Keislaman seseorang tentu menjadi tidak sempurna bila dijalani tanpa dua asas tersebut. Bermazhab untuk kesempurnaan zahir dan bertarekat untuk kesempurnaan batin.

Sebagaimana seorang hamba layaknya bermazhab (bermazhabkan salah satu dari mazhab fiqh yang empat), maka di sisi lain ia juga mesti bertarekat, dengan mengikuti / menganut salah satu tarekat dari empat tarekat sufi di atas. Atau mengikuti tarekat lain yang menjadi cabang dari salah satu tarekat induk tersebut.

Bila keluar dari mazhab yang empat dalam bersyari’at, dan keluar dari tarekat induk yang empat dalam bertarekat, maka tidak akan diterima oleh-Nya. Pintu ijtihad mutlak sudah tertutup, dan izin untuk mendirikan tarekat (induk) sudah berakhir.

Apakah Rasul pernah bermazhab? Apakah Rasul pernah bertarekat? Tentu tidak, sebab beliau merupakan sumber dan asal semua mazhab dan tarekat yang ada. Tidaklah mungkin seorang Rasul menganut mazhab muridnya, tidaklah mungkin beliau mengikuti tarekat pewarisnya. Justru para imam dan wali kutub-lah yang mengikuti beliau dan melalui tuntunan dan restu beliaulah mereka membuat mazhab dan tarekat agar diikuti oleh umat sesudahnya.

Dari itu penulis menasehati mereka yang mengatakan; Tidak ada mazhab dalam islam. Ketahuilah bahwa empat mazhab dan empat tarekat itu telah direstui dan diutus oleh Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu kala demi kemudahan umat dalam menjalankan syari’at-Nya. Tanpa mereka, semuanya tidak akan pernah stabil. Ingin membuat mazhab sendiri atau tarekat sendiri, ingin menjalankan syari’at islam tanpa melalui mereka, ingin bersuluk menuju Allah tenpa melalui jalan mereka, ingin kembali langsung kepada Qur’an dan Sunnah tanpa melalui hasil ijtihad mereka, maka dijamin tidak akan menghasilkan buah yang memuaskan. Bukankah kita sendiri yang selalu berdo’a; “Ihdinashshirathal-mustaqim, shirathalladzina an’amta alaihim” Ya Allah tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalan mereka yang Engkau karuniai nikmat (para nabi, para rasul, para sahabat, para imam mazhab dan para wali kutub)?

Sebagaimana Rasul telah mengutus Saidina Mu’az bin Jabal ra. ke Yaman sebagai makan (tempat) untuk menjadi penunjuk jalan / membawa hidayah, maka beliau-pun mengutus seorang hadi (penunjuk jalan) pada setiap zaman (waktu) sesuadah beliau wafat? agar umat beliau dapat menemukan hidayah-Nya… kapanpun, dan dimanapun.

Allah berfirman:

" من يهد الله فهو المهتد ومن يضلل فلن تجد له وليا مرشدا "

Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk, dan barang siapa yang disesatkan-Nya, maka kamu hai Muhammad tak akan mampu mempertemukannya dengan seorang wali mursyid (seorang penunjuk).

Tanpa seorang wali mursyid maka tenggelamlah hamba dalam lautan kesesatan. Qur’an dan Sunnah tidak akan pernah cukup tanpa seorang wali mursyid yang akan menuntun dan membimbing. Melalui restu dan petunjuk Allah maka Rasul-pun segera mempertemukan kita dengan wali mursyid yang menjadi pewarisnya, semoga Allah memberi hidayah kepada kita… amin.

Dengan niat yang suci, hati yang bersih dari segala sifat sombong dan angkuh, serta cinta yang mendalam kepada Rasul dan para auliya’ maka perjalanan menuju wali mursyid tidaklah jauh, sehingga hidayah Allah dapat kita nikmati dengan penuh ria.

Setelah empat wali kutub itu mendirikan tarekat induk masing-masing dan menanam bibit-bibit hidayah dan mahabbah dalam hati para pengikut setia, maka ajal-pun tak lupa menjemput mereka ke Rafiq A’la, yang kemudian muncullah para penerus-penerus sejati yang akan terus membimbing umat ke jalan-Nya, jalan penuh reda dan cinta. Para penerus sejati itulah para imam mujaddid setiap zaman, mereka adalah Auliya’ Mursyidun dan Ulama’ yang menjadi pewaris-pewaris Rasul, yang amat takut kepada Allah dan tahu rahasia-rahasia asma’ Allah.

Akhir kata… Disamping mengikuti tuntunan Qur’an dan Sunnah, semoga kita tidak lupa pula mengikuti dan berpegang teguh kepada Assab’ul-matsani (beserta para penerus) yang telah diutus oleh-Nya. Semoga kita tetap berlindung di bawah naungan mereka, agar selamat dari dunia sampai akhir masa… amin.

Mengikuti mereka adalah merupakan tuntutan Allah dalam Qur’an-Nya kepada kita, dan juga merupakan seruan Rasul dalam haditsnya “Udldlu alaiha binnawajiz”. Mereka adalah utusan-utusan-Nya, mereka adalah kekasih-kekasih-Nya, mereka adalah prantara-prantara kita menuju-Nya, mereka adalah pewaris-pewaris Rasul-Nya, dan mereka adalah para pembaharu dan imam masa.

Inilah suguhan ilmu para Auliya’-Nya…. yang diraih langsung dari-Nya… Subhanahu wa t’ala. Percaya atau tidak, diterima atau tidak, Allah telah berfirman :

" وقل الحق من ربكم فمن شاء فليؤمن ومن شاء فليكفر "

Katakanlah yang benar, yang telah kamu terima dari Tuhanmu. Selanjutnya………………………………… terserah mereka!

Wali Qutb, Abdal, Awtad, Nujaba', Rijal al-Ghaib Dan Rijal Allah

Oleh: Prof. Dr. Abdulfatah Haron Ibrahim



Pendahuluan

Kajian Tasawuf dianggap tidak lengkap tanpa menyentuh fikrah Wali Qutb, Abdal, Awtad, Nujaba', Rijal al-Ghaib dan Rijal Allah dan seumpamanya. Pengkaji terdahulu seperti Ibn Taimiyyah dan Ibn Khaldun serta pengkaji terkini seperti Abu al-'Ila 'Afifi, Ahmad Amin dan Abu al-Wafa al-Taftazani adalah antara mereka yang menyentuh persoalan ini. Pendapat mereka akan digunakan dalam mengulas isu Wali Qutb, Abdal, Awtad, Nujaba', Rijal al-Ghaib dan Rijal Allah.

Pandangan tentang Wali Qutb, Abdal, Awtad, Nujaba', Rijal al-Ghaib dan Rijal Allah

1. Ibn Taimiyyah

Dalam kitabnya Fatawa, Ibn Taimiyyah telah menjelaskan pen-dapatnya iaitu: Manakala banyak nama yang disebut oleh ahli ibadat dan orang awam seperti Ghawth di Makkah, Awtad ada empat, Qutb ada tujuh, Abdal ada 40, Nujaba' ada 300, semuanya tiada dalam al-Qur'an. Tidak ada ma'thurah daripada Nabi s.a.w. sama ada sanad sahih atau da'if muhtamal kecuali lafaz Abdal. Menurut riwayat hadith Syami munqati' al-isnad daripada Ali k.a.w., marfu' kepada Nabi s.a.w. bermaksud:

Di kalangan orang Syam (Syria) ada Abdal 40 orang lelaki. Apabila mati seorang, Allah gantikan tempatnya dengan lelaki lain."

Orang Salaf tidak menyebut apa-apa (tentang Wali Qutb, Abdal, Awtad dan Nujaba').

2. Ibn Khaldun

1. Dalam Muqaddimah Ibn Khaldun, beliau menyatakan: Orang tasawuf kebelakangan ini bercakap tentang kasyaf dan tentang apa yang ada di sebalik alam inderawi. Mereka menyatakan perkara yang samar-samar. Ramai di kalangan mereka sampai kepada doktrin hulul dan wahdat (Allah meresap dalam alam atau diri dan "jadi satu"). Golongan mereka yang terdahulu bergaul dengan Syi'ah Isma'iliyyah pelampau yang kebelakangan juga menganut fahaman hulul dan mempercayai bahawa imam-imam Syi'ah itu Allah (Allah hulul dalam diri imam-imam itu). Fahaman ini tidak ada sebelum ini. Kata-kata antara dua belah pihak ini bercampur aduk dan akidah mereka juga serupa-menyerupai. Lahirlah di kalangan orang bertasawuf doktrin Qutb ertinya ketua bagi semua arifin. Mereka menganggap makam Qutb tentang makrifat amatlah tinggi, tidak boleh ditandingi sehingga mati, lalu tempatnya itu diisi oleh seorang arif yang lain.

2. Ibn Sina juga memperkatakan perkara ini iaitu: Al-Haq yang maha agung adalah terlalu tinggi tiada tercapai dengan sama rata oleh semua mereka yang menuntutinya atau dapat melihatnya kecuali seorang sahaja dalam satu majlis bergilir-gilir. Teori Qutb (ada satu lepas satu) ini tidak boleh diterima akal dan tidak ada dalil syarak. Tetapi semata-mata satu percakapan yang berbentuk retorik. Inilah yang diperkatakan oleh Syi'ah Rafidah.

Kesimpulannya:

1. Teori wali Qutb, Abdal, Awtad, Nujaba'... tidak ada dalil syarak kecuali Abdal dan bercanggah dengan akal yang waras. Tidak timbul di kalangan al-Salaf al-Salih.

2. Hadis Abdal ini jika sahih sekalipun, tidak boleh meliputi kesemua Wali Qutb, Awtad, Nujaba'...

3. Munculnya teori Wali Qutb, Abdal, Awtad Nujaba' ini adalah pengaruh daripada Syi'ah Isma'iliyah Rafidah (yang juga dikenali kemudiannya dengan nama Batiniyah).

3. Ahmad Amin

1. Ahmad Amin dalam kitabnya Dhuha al-Islam telah menyatakan pendapatnya: Ekoran daripada Imam Mahdi al-Muntazar, orang tasawuf berhubung rapat dengan Syi'ah. Mereka mengambil doktrin Imam Mahdi dari Syi'ah tetapi dibalut dengan Qutb. Dari sini maka tertegaklah kerajaan khayalan dan bayangan. Maharaja kerajaan ini ialah Qutb yang tepat maksudnya dengan doktrin Imam Mahdi dalam Syi'ah. Qutb inilah yang mentadbir segala urusan makhluk dalam setiap zaman. la juga tiang langit. Tanpa tiang, langit akan runtuh.

2. Selepas Qutub ialah Nujaba' yang merupakan 12 buruj di langit. Ahmad Amin memetik daripada kitab al-Futuhaat al-Makkiyyah yang menyatakan bahawa Nujaba' itu ada 12 Naqib dalam setiap zaman. Setiap Naqib alim dengan khasiat setiap buruj yang Allah letakkan padanya berbagai-bagai rahsia dan memberi kesan di tangan Nuqaba' ini terletaknya segala ilmu syariat yang diturunkan oleh Allah. Mereka juga tahu segala yang terpendam di hati dan jiwa manusia, tahu apa ada pada iblis sedangkan iblis sendiri tidak tahu. Apabila seseorang itu melangkah di bumi ini, Nuqaba' tahu sama ada langkah itu baik atau sial.

3. Ahmad Amin berpendapat: Kaum Sufi membangunkan kerajaan batin di sebalik kerajaan zahir ini. Mereka mengambil fikrah Mahdiyah (Imam Mahdi) lalu diubah lafaznya (kepada Qutb, Nujaba') serta mengemaskan susunannya. Semuanya mengawan di alam khayalan dan berlari mengejar bayangan. Semuanya adalah madah syair, tetapi bukan yang indah selesa tetapi merosakkan akidah dan amalan manusia. Jauh menyeleweng daripada akal fikiran yang waras dalam menjalankan pen-carian hidup seharian. Mereka tidak lagi melancarkan reformasi masyarakat dan menegakkan keadilan. Mereka merayau di perlembahan khayal. Pemerintah juga merayau dalam perlembahan korup. Seolah-olah mereka senang dengan keadaan begitu. Pemerintah jadi rosak, rakyat hidup dalam impian dan bangsa menjadi porak-peranda.

Kesimpulannya:

1. Golongan tasawuf bercampur dengan Syi'ah Isma'iliyyah lalu mengambil doktrin Ketuhanan Imam atau Mahdiyah mereka dengan mengubah lafaznya sahaja daripada Imam Mahdi kepada Qutb.

2. Tegaklah kerajaan khayalan yang bercanggah dengan alam kenyataan. Maharaja atau presiden kerajaan ini bergelar Qutb. Allah hulul dalam Qutb ini, maksum, tahu segala perkara ghaib, tidak bersalah atau terlupa sama seperti doktrin Imam atau Imam Mahdi al-Muntazar dalam akidah Syi'ah.

Ringkasnya idea Qutb dengan Imam atau Imam Mahdi adalah sama.

3.Ada 12 Naqib menepati dengan 12 buruj. Setiap Naqib itu tahu segala-galanya. Jelaslah di sini bahawa Ibn 'Arabi percayakan ilmu astrologi.



4. Dalam kitab Zahar al-Islam, Ahmad Amin menjelaskan: Kita patut ingat, antara ajaran tasawuf yang paling pokok yang mempengaruhi umat Islam ialah mengenai doktrin Qutb. Kata mereka: Qutb adalah insan tunggal yang menjadi tempat Allah menilik kepadanya dalam setiap zaman. Segala ehwal makhluk berputar padanya. Qutb meresap ke dalam seluruh batin alam semesta sebagaimana roh meresap ke dalam jasad. Dia meniupkan roh hayat ke seluruh alam semesta atasan dan bawahan. Peranannya ialah menjaga dan memelihara alam maya ini. Begitulah tugas Qutb sehingga dia mati lalu tempatnya diisi oleh salah seorang daripada tiga orang wali berpangkat Awtad yang sebelum itu berpangkat Abdal se-ramai 40 orang.

5. Qutb ini juga digelar Ghawth kerana dia adalah tempat orang yang bernasib malang datang mengadu. Qutb ini juga dinamakan Qutb al-Aqtab kerana adanya dahulu bersama dengan ada Qutb-qutb lain di alam nyata dan alam ghaib. Ini bererti Qutb itu tidak mengambil pangkat ini daripada Qutb terdahulu dan tidak mempusakai kepada Qutb terkemudian. Ini bererti Qutb itu adalah satu iaitu Haqiqah Muhammadiyyah.

Kesimpulannya:

1. Allah menilik hal ehwal alam ini pada seorang insan bergelar Qutb.

2. Semua hal ehwal makhluk berputar di sekitar Qutb.

3. Qutb menyerap ke dalam alam semesta seperti roh dalam jasad.

4. Qutb ialah Haqiqah Muhammadiyyah (yang digelar juga Nur Muhammad) . Daripadanyalah terjadi seluruh alam semesta ini atau Insan Kamil. Semuanya ini lahir dari Martabat Wahdah atau Ta'yyun Awal dalam perbilangan Wahdat-al-Wujud Martabat Tujuh.

4. Abu al-Wafa al-Taftazani

Pendapat beliau tentang perkara ini dalam kitabnya Madkhal Ha al-Tasawuf al-Islami boleh disimpulkan seperti berikut;

1. Ekoran daripada al-Hallaj mengatakan, Allah hulul, (menempat) dalam dirinya, maka Nur Muhammad pun ikut sama dikatakan qadim. Inilah punca yang mendorong kaum sufi kebelakangan yang berfalsafah menimbulkan teori Qutb atau Insan Kamil atau Haqiqah Muhammadiyyah.

2. Falsafah tasawuf ini menjadi sasaran kritik fuqaha' kerana mereka menegakkan doktrin wahdat al-wujud, teori Qutb, kesatuan semua agama yang semuanya ini bercanggah dengan Akidah Islamiah.

3. Antara penganut wahdat al-wujud ialah pengikut Ibn 'Arabi, al-Jili. Dialah yang memperkenalkan teori Insan Kamil atau kalimah Ilahiyah. Doktrin ini adalah sama maksudnya dengan teori al-Hallaj yang mengatakan Nur Muhammad itu qadim dan teori Qutb Ibn 'Arabi.

4. Ibn al-Farid juga mengatakan bahawa Qutb itu tidak lain daripada roh Muhammadi, atau Haqiqah Muhammadiyyah yang menjadi sumber segala ilmu dan makrifat bagi para nabi dan Qutb-qutb.

5. Kemungkinan besar bahawa punca Roh Muhammadi atau Qutb ini datang daripada akidah bangsa Iran purba yang dikenali dalam Islam dengan nama Majusi atau Zaradistiyah.

5. Abu al-'Ila 'Afifi

1. Haqiqah Muhammadiyyah ialah tidak lain daripada Qutb namanya bagi orang tasawuf dan imam maksum nama-nya bagi Syi'ah Isma'iliyyah dan Qaramitah. Khatam al-auliya' seorang sahaja yang menjadi pewaris ilmu batin yang dia terima secara langsung dan Roh Muhammadi yang biasanya digelar Qutb oleh orang sufi. la bukan Nabi Muhammad yang lahir di Makkah dan wafat di Madinah, tetapi Satu Hakikat Yang Qadim yang menepati teori al-'Aql al-Awal bagi Plato dan al-Kalimah bagi orang Kristian.

2. Orang tasawuf membangunkan sebuah kerajaan di alam khayalan dan di alam awangan dan impian kosong semata-mata. Tidak berjejak di alam nyata dan menyalahi al-Qur'an dan Sunnah serta akal yang waras. Maharaja kerajaan khayalan ini bergelar Qutb. Di bawah Maharaja Qutb ini bergelar Awtad ada empat, Abdal ada 40, Nujaba' ada 300. Penyeru atau mereka yang bertawassul dengan Qutb ini biasanya terdiri daripada orang sufi. Ada menyerunya dengan bermacam-macam nama dan bunyi seperti;

1. Maksud fikrah Qutb tidak lain tidak bukan daripada Akidah Imamah atau Imam Mahdi al-Muntazar yang merupakan hululiyah Allah (Allah ada dalam dirinya) sebab itulah dia maksum.

2. Nama lain bagi Qutb atau nama-nama yang sama maksudnya dengan Qutb ialah seperti Haqiqah Muhammadiyyah, Nur Muhammad, Insan Kamil, al-'Aql al-Awal dan al-Kalimah. Kesemuanya tidak lain dari fikrah wah-dat al-wujud.

Contoh Amalan

Menyeru dan memohon pertolongan daripada Qutb dan yang berpangkat bawahan daripadanya. Antara lain berlagu nasyid seperti ini:

http://www.faziliaton.com/iqra'/buku6/gambar/01_41.gif

Nasyid ini dikatakan dikarang oleh Ali Zainal Abidin ibn al-Husain bin Ali bin Abu Talib. Nama-nama ini jelas menunjukkan mereka bergelar Imam di kalangan Syi'ah. Di sini dapat difahami ianya berasal daripada Syi'ah.

Cara memberi salam kepada Qutb al-Aqtab yang berbunyi:

http://www.faziliaton.com/iqra'/buku6/gambar/02_41.gif

Cara memberi salam kepada Rijal al-Ghaib;

http://www.faziliaton.com/iqra'/buku6/gambar/03_41.gif

Maksud petikan ini antara lain:

1. Menyeru Qutb al-Aqtab kerana dialah pemerintah zaman dan imam tempatan, penegak perintah Tuhan, Pewaris kitab, Pengganti Rasulullah, kesemua yang ada dalam masanya adalah keluarganya. Dialah juga penurun hujan dengan doanya.

ii. Memberi salam kepada Rijal al-Ghaib (lelaki yang tidak boleh dilihat), juga dia bergelar Arwah al-Muqaddasah, hai Nuquba', hai Nujaba', hai Ruqaba', hai Budala', hai Awtad al-Ardhi al-Arba'ah (pasak bumi yang empat), hai dua imam, hai Fard, hai Umana', tolongilah aku dengan pertolongan, lihatlah akan daku dengan penuh kasihan. Sampaikanlah hajatku dan tujuanku.

iii. Ucap selawat kepada Khidir.

Kesimpulan

Konsep Wali Qutb, Abdal, Awtad, Nujaba', Rijal al-Ghaib dan Rijal Allah adalah bersumberkan fikrah Wahdat al-Wujud. Konsep berkenaan tidak terdapat dalam al-Qur'an dan Sunnah. Tidak pernah timbul di kalangan al-Salaf al-Salih kecuali Abdal. Walau bagaimanapun Abdal sahaja tidak dapat menolong menegakkan kebenaran akidah hirarki wali-wali dalam kepercayaan tasawuf ini.

Fikrah Qutb adalah pengaruh daripada fikrah Imamah Syi'ah. Dalam diri imam Syi'ah hulul Allah, dengan Haqiqah Muhammadiyyah, Nur Muhammad, Insan Kamil, al-'Aql al-Awal bagi Plato dan al-Kalimah bagi Kristian. Semuanya adalah perkara yang sama kerana semuanya itu terbit daripada zat Allah.

Fikrah Wahdat al-Wujud ini bercanggah dengan Ithnaniyah al-Wujud pegangan Ahli Sunnah. Doktrin Wali Qutb, Abdal, Awtad, Nujaba', Rijal al-Ghaib dan Rijal Allah ini adalah merosakkan akidah.

Menyeru, memohon pertolongan, minta sampaikan hajat bertawassul dan memberi salam kepada Wali Qutb, Abdal, Awtad, Nujaba', Rijal al-Ghaib dan Rijal Allah, adalah menyeru kepada hakikat yang tidak nyata malah hanya kosong dan dalam khayalan. la hanya merupakan Imam menurut fahaman Syiah atau Imam Mahdi.

Penutup

Hakikat Wali Qutb, Abdal, Awtad, Nujaba', Rijal al-Ghaib dan Rijal Allah sebenarnya tidak wujud dalam Islam yang berdasarkan al-Qur'an, al-Sunnah dan al-Salaf al-Salih, tetapi berasal daripada fahaman Syiah. Pengertian Qutb juga sama dengan Haqiqah Muhammadiyyah, Nur Muhammad, Insan Kamil dan Roh Muhammadi. la juga bersamaan dengan al-'Aql al-Awal bagi Plato dan al-Kalimah dalam Kristian.



* Sanad kepada AH ini mencerminkan ada hubungan antara tasawuf dengan Syi'ah (tasyayyu') - Penulis.

sumber : www.al-ahkam.net dan JAKIM
Syaikhul Akbar Ibnu Araby dalam kitab Futuhatul Makkiyah membuat
klasifikasi tingkatan wali dan kedudukannya. Jumlah mereka sangat
banyak, ada yang terbatas dan yang tidak terbatas. Sedikitnya
terdapat 9
tingkatan, secara garis besar dapat diringkas sebagai berikut :


1. Wali Aqthab atau Wali Quthub
Wali yang sangat paripurna. Ia memimpin dan menguasai wali diseluruh
alam semesta. Jumlahnya hanya seorang setiap masa. Jika wali ini
wafat,
maka Wali Quthub lainnya yang menggantikan.



2. Wali Aimmah
Pembantu Wali Quthub. Posisi mereka menggantikan Wali Quthub jika
wafat.
Jumlahnya dua orang dalam setiap masa. Seorang bernama Abdur Robbi,
bertugas menyaksikan alam malakut. Dan lainnya bernama Abdul Malik,
bertugas menyaksikan alam malaikat.



3. Wali Autad
Jumlahnya empat orang. Berada di empat wilayah penjuru mata angin,
yang
masing-masing menguasai wilayahnya. Pusat wilayah berada di Kakbah.
Kadang dalam Wali Autad terdapat juga wanita. Mereka bergelar Abdul
Haiyi, Abdul Alim, Abdul Qadir dan Abdu Murid.



4. Wali Abdal
Abdal berarti pengganti. Dinamakan demikian karena jika meninggal di
suatu tempat, mereka menunjuk penggantinya. Jumlah Wali Abdal sebanyak
tujuh orang, yang menguasai ketujuh iklim. Pengarang kitab Futuhatul
Makkiyah dan Fushus Hikam yang terkenal itu, mengaku pernah melihat
dan
bergaul baik dengan ke tujuh Wali Abdal di Makkatul Mukarramah.
Pada tahun 586 di Spanyol, Ibnu Arabi bertemu Wali Abdal bernama Musa
al-Baidarani. Abdul Madjid bin Salamah sahabat Ibnu Arabi pernah
bertemu
Wali Abdal bernama Mu'az bin al-Asyrash. Beliau kemudian menanyakan
bagaimana cara mencapai kedudukan Wali Abdal. Ia menjawab dengan
lapar,
tidak tidur dimalam hari, banyak diam dan mengasingkan diri dari
keramaian.



5. Wali Nuqoba'
Jumlah mereka sebanyak 12 orang dalam setiap masa. Allah memahamkan
mereka tentang hukum syariat. Dengan demikian mereka akan segera
menyadari terhadap semua tipuan hawa nafsu dan iblis. Jika Wali
Nuqoba'
melihat bekas telapak kaki seseorang diatas tanah, mereka mengetahui
apakah jejak orang alim atau bodoh, orang baik atau tidak.



6. Wali Nujaba'
Jumlahnya mereka sebanyak 8 orang dalam setiap masa.



7. Wali Hawariyyun
Berasal dari kata hawari, yang berarti pembela. Ia adalah orang yang
membela agama Allah, baik dengan argumen maupun senjata. Pada zaman
nabi
Muhammad sebagai Hawari adalah Zubair bin Awam. Allah menganugerahkan
kepada Wali Hawariyyun ilmu pengetahuan, keberanian dan ketekunan
dalam
beribadah.



8. Wali Rajabiyyun
Dinamakan demikian, karena karomahnya muncul selalu dalam bulan Rajab.
Jumlah mereka sebanyak 40 orang. Terdapat di berbagai negara dan
antara
mereka saling mengenal. Wali Rajabiyyun dapat mengetahui batin
seseorang. Wali ini setiap awal bulan Rajab, badannya terasa berat
bagaikan terhimpit langit. Mereka berbaring diatas ranjang dengan
tubuh
kaku tak bergerak. Bahkan, akan terlihat kedua pelupuk matanya tidak
berkedip hingga sore hari. Keesokan harinya perasaan seperti itu baru
berkurang. Pada hari ketiga, mereka menyaksikan peristiwa ghaib.

Berbagai rahasia kebesaran Allah tersingkap, padahal mereka masih
tetap
berbaring diatas ranjang. Keadaan Wali Rajabiyyun tetap demikian,
sesudah 3 hari baru bisa berbicara.

Apabila bulan Rajab berakhir, bagaikan terlepas dari ikatan lalu
bangun.
Ia akan kembali ke posisinya semula. Jika mereka seorang pedagang,
maka
akan kembali ke pekerjaannya sehari-hari sebagai pedagang.



9. Wali Khatam
Khatam berarti penutup. Jumlahnya hanya seorang dalam setiap masa.
Wali
Khatam bertugas menguasai dan mengurus wilayah kekuasaan ummat nabi
Muhammd,saw.

Re: Syeikh Abdul Qadir Jilani

--------------------------------------------------------------------------------

Ada sedikit maklumat

Syeikh Abdul Qadir Al’Jailani nama aslinya ketika ia kecil adalah Abu Muhammad Abdul Qadir. Beliau dilahirkan pada Tanggal 1 Ramadhan Tahun 470 H (tahun 1077 M) di suatu daerah desa yang bernama Na’if (berdekatan dengan kota Jailani) yang masuk kedalam wilayah Persia.

Bila dewasa, nama Abu Muhammad Abdul Qadir sudah tidak pernah di sebut-sebut lagi, dan lebih dikenal dengan sebutan Ghawsul Azam.Kemudian nama ini-pun hilang dan berganti dengan nama-nama julukan yang diberikan orang banyak kepadanya seperti Basyqiras, Qutsmaathaf, Thamayyin, Muhijudin (Muhyiddin) dan terakhir ketika masa tuanya, beliau dipanggil sebagai Wali Quthub.

Ayahanda beliau bernama Sayyidina Abu Shaleh Janggi dengan nasab sebagai berikut; Abu Muhammad Abdul Qadir Al’Jailani Ibn Shaleh Janggi Ibn Mahar Ibn Musa Ibn Abdillah Al’Jaili Ibn Yahya Az-Zahid Ibn Muhammad Ibn Dawud Ibn Abdilah Al-Mahdi Ibn Al’Hasan Al’Mutsanna Ibn Hasan Muthama Ibn Al’Hasan Ibn Ali Ibn Abi Thalib Radhiyallahu Ta’ala An’Hum Ajma’in.

Ibunda beliau bernama, Sayidatina Ummul Khair Fatimah, putri dari Abdullah Sawmay Ibn Abidin Ali Ibn Husain Ibn Ali Ibn Thalib.

Dia sebenarnya Sultanul Aulia... yakni Raja kepada semua Wali Allah... maka Qutub itu adalah jawatan sebelum dilantik menjadi Sultanul Aulia....

Wali Qutub adalah Wali yg dilantik mengetuai Wali2 allah pada satu2 masa...bila bersara digelar Wali Ghaust. Tempoh masa menjadi Qutub tidak tentu seperti Hujjatul Islam Imamul Ghazali menjadi Qutub hanya selama 3 hari sebelum pulang ke alam baka...

Berhubung dgn Syeikh Abdul Qadir Al Jalani..................kita jangan keliru sbb di Malaysia dan Rantau Asia amnya ada juga insan terpilih yg mempunyai nama yg sama dengan Syeikh Abdul Qadir Al Jalani....................
Jadi kita kena tahu bezakan antara Syeikh Abdul Qadir Al Jalani ( Sultanul Aulia) dengan Syeikh Abdul Qadir Al Jalani Acheh (Pemimpin Panglima Perang Fi Sabillillah)............org-2 persilatan dan ilmu-2 hikmah banyak yg bertemu dgn yg ini.................dan bukannya Sultan Aulia...............................wallah hu alam..................

Tidak ada komentar: